Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Saya (Hasanain Juaini) masih tidak bisa melupakan suasana gedung-gedung megah Komsol, Satelit, Madinah, Baitul Millah, rumah Pak Zarkasyi, gedung Asia sampai dapur guru yang becek berlantai tanah dulu.
Tahun 1981 di Gontor baru ada mesin ketik, bahkan sebagian kelas belajar pun masih dari gedek sampai yang temboknya hanya setengah saja.
Berkali saya datang ke Gontor pusat dan melihat langsung gedung-gedung baru itu tapi memori saya tetap menampak bangunan-bangunan lama di mana dulu kami begedab-begedebuk memukul meja waktu muhadhoroh (latihan pidato).
Kembali ke mesin ketik; Suatu siang Kyai Haji Imam Zarkasyi meninjau ruangan Sekretaris OPPM1 yang kala itu dipegang oleh seorang teman bernama Muhammad Hisyam Asikin asal Banyumas.
Tampak di atas lemari ada sebuah mesin ketik yang tidak terpakai. usut punya usut ternyata mesin itu rusak dan onderdil mesin ketik buatan Brazil itu sudah tak ada lagi di tukang servis.
Dengan ringkas beliau memerintahkan untuk diperbaiki sampai bisa dipakai kembali. Ingat berapa kemajuan yang tertunda akibat nganggurnya mesin ketik itu.
Akhirnya Bagian Sekretaris OPPM memutuskan membeli mesin ketik baru karena kalau menservice mesin rusak itu akan menghabiskan uang tiga kali lipat ketimbang mesin baru merek brother yang buatan Jepang.
Beberapa bulan setelah itu, kami melihat lagi Kyai Zarkasyi jalan mengarah ke kantor bagian Sekretaris. Tak kami duga-duga ternyata beliau mengecek apakah perintahnya telah dilaksanakan atau tidak.
Saudara Hisyam Asikin dengan tenang menjawab:
“Kami beli mesin baru Pak Kyai, karena biaya perbaikan nilainya tiga kali lipat dari mesin baru ini.”
Mendadak Kyai Zarkasyi memandang tajam kepada kami semua, katanya tegas:
“Sekarang mesin lama yang rusak dan sia-sia ini akan kamu apakan? Selama di dalam Pondok ini ada benda-benda ditelantarkan, disia-siakan maka selama itu Allah akan menahan rizkinya untuk kita dan syaitan menjadi saudara kita…!!”
Dengan kecewa beliau berbalik mengarah ke rumah beliau yang memang tidak lebih baik dari gedung terburuk di Gontor pusat saat itu.
Saat pulang kembali itu saya melihat beliau menunduk di bawah pohon trembesi, di depan etalase koran, tepat di depan perpustakaan. Rupanya beliau memungut sebuah paku karatan nan bengkok. Mungkin sudah rezeki saya untuk mendapatkan wejangan beliau.
Saya dipanggilnya, “Heiiii kemari kamu.”
“Labbaik ya syaikh” (baik Pak Kiyai, saya datang) jawabku.
Dengan lirihnya beliau menunjukkan paku bengkok itu dan mewejangi:
“Ini benda amal jariah orang, tidak boleh disia-siakan. seperti juga remah-remah nasi yang kita makan tidak boleh dibuang-buang, kita tidak tahu mungkin di sinilah Allah merahasiakan barakah-Nya”
Ibu-bapak dan saudara-saudara yang saya hormati, pengaruh nasihat itu mengakar dalam qalbu saya sehingga saya sangat (nampak di mata teman-teman) sebagai pecinta barang rongsokan.
Sungguh saya hanya tidak berani melangkahi nasihat Kyai Zarkasyi sekalipun beliau kini sudah wafat dan saya pun telah jauh di Lombok.
Mungkin tamu-tamu yang datang kerumah heran melihat wadah-wadah bertumpuk tempat menaruh barang-barang bekas. Insya Allah benda-benda itu hanya sementara di sana menunggu tempat yang pantas untuk digunakan.
Secara tak terasa, barang bekas mendidik kita untuk kreatif bagaimana memanfaatkan sesuatu.
Terkait Pondok Gontor:
1 Organisasi Pelajar Pondok Modern, semacam OSIS 24 Jam terdiri dari 21 bagian dan devisi, dengan sirkulasi 1 tahun priode tidak kurang dari 13 Miliar.