Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Ketika aku ingin mengungkapkan perasaanku, waktu enggan berpihak malah menjadi jarak.
Maka aku akan menyembunyikan perasaanku sampai waktu bersedia memberiku kesempatan
untuk mengungkapkannya secara tepat. Meski aku tak yakin kesempatan itu akan ada.
Berdiri atau duduk di depan kelasku setiap pagi sambil membaca buku pelajaran menjadi kebiasaanku karena aku bisa belajar sambil menikmati udara segar dengan keteduhan sinar lembut sang mentari.
“Ar, ini punya kamu?” tiba-tiba Erka berada di sampingku. Aku melirik ke selembar kertas yang Erka tunjukkan. “Ini ada di atlasku, puisi yang bagus. Untuk siapa?”
Kertas itu memang punyaku, kertas dimana aku menarikan sebatang pensil, hingga batu tulisnya menggoreskan kata-kata hatiku. Merasa berhak atas kertas itu, aku meraihnya dan menyelipkan di buku pelajaranku. Aku tak mengeluar kata apapun padanya, hanya hatiku berkata. Puisi buat kamu.”
“Ar, kamu lagi sariawan ya?”
Aku masih tak menjawabnya dan berpindah posisi dari berdiri jadi duduk. Erka mengikutiku. Aku menatapnya tajam kemudian menunjukkan buku materi sosiologiku yang sedang aku pegang. Erka menangkap maksudku yang ingin serius membaca tanpa ada gangguan kemudian ia meninggalkanku. Kini aku aku hanya bisa melihat pundaknya yang makin mengecil dari pandanganku.
Aku merasa aneh pada diriku sendiri. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padanya, tapi tak pernah bisa aku ungkapkan. Mungkin juga percuma aku ungkapkan. Erka menyukai gadis lain, yang cantik, putih, pintar, dan elegan – Kaila. Bukan seperti aku yang kecantiknya jauh tertinggal, tidak putih, kurang pintar apa lagi elegan.
Dia datang mengisi kekosongan relung hati
|