Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Galau terlihat jelas di wajah para ilmuan dan petinggi NASA (badan antariksa amerika) ketika percobaan mengirim manusia keluar angkasa terbentur masalah.
Problem “kecil” itu membesar sebab akan digunakan untuk melaporkan tentang apa dan bagaimana situasi luar angakasa itu.
Masalah itu ada pada pena astronaut. Pena mereka tidak dapat digunakan untuk menulis. Pada gravitasi nol, tinta pena tidak bisa mengalir ke bawah yang menyebabkan semua pena tidak berfungsi untuk menulis.
Ini masalah besar, bagaimana hendak menuliskan laporan jika pena saja tidak bisa digunakan? Akhirnya para ahli berkumpul bersama-sama membahas hal ini.
Setelah didakan penelitian berbulan-bulan, akhirnya mereka mampu menciptkan pena yang bisa digunakan untuk menulis pada kondisi gravitasi Nol.
Jauh di Rusia, para kosmonaut negara itu telah berhasil mengatasi permasalahan yang sama hanya dengan menggunakan pensil.
Cerita diatas mengajarkan kita, bahwa tidak perlu merumitkan sebuah masalah yang sebenarnya sangat sederhana.
Orang yang pandai dan cerdas adalah orang yang bisa mengemas kerumitan sebuah permasalahan menjadi sangat simple dan bisa dipahami oleh semua orang.
Sebuah asumsi terbalik jika kepandaian adalah hal yang rumit. Makin tinggi title seseorang, bicaranya makin sulit dipahami, lukisan abstrak dianggap sebagai karya jenius.
Semakin tidak bisa dan tidak mengerti orang akan apa yang dibicarakannya, maka semakin dianggap pandailah dia.
Padahal agama kita mengajarkan yassir wa laa tu’asir (permudahlah, jangan dibikin sulit).
Allah tahu, bahwa kemampuan hambanya untuk menerima ke Islaman ini berbeda-beda.
Ada yang sekali dakwah, bisa memahami dan langsung melakukan.
Ada pula yang butuh bimbingan bertahun-tahun untuk memahami Islam ini dengan kaffah. Semuanya perlu kemudahan, dan kearifan untuk mengemas ajaran agama ini agar mudah diterima dan dilaksanakan.
Materi dakwah yang lembut dan penuh cinta kasih akan menjadi garang dan menyeramkan jika salah cara menyampaikannya.
الطريقة أهم من المادة
Sebaliknya materi dakwah yang penuh dengan ancaman dan siksa, bisa berubah jadi lembut dan penuh rasa haru jika benar cara menyampiakannya. Maka permudahlah, jangan mempersulit.
Ini juga yang membuat wali songo memperbolehkan orang jawa melafadzkan huruf ‘Ain dalam bacaan Al-quran dengan “Ngain”. Karena bagi sebagian orang jawa, itu lebih mudah dibanding membaca dengan makharijul huruf aslinya.
Dalam beragama, Allah tahu kemampuan hambanya. Yang penting selalu berusaha dan tidak sengaja menyimpang.
Ada contoh lain, ketika Rasulullah ﷺ tengah duduk di dalam masjid. Tiba-tiba masuklah seorang penduduk madinah untuk mengadu.
“Ya Rasulallah, saya baru saja berhubungan badan dengan Istri saya di siang hari bulan Ramadhan…” katanya panik. Nabi tersenyum saja mendengarnya lalu kemudian beliau berkata
“Ya sudah, kau puasa dua bulan berturut-turut sebagai tebusan (kafarat) dosamu itu…” Sabda Nabi.
“Ya Rasul, bagaimana aku hendak kuat menahan dua bulan berturut-turut, sedangkan yang sebulan saja aku sudah tidak kuasa menahannya?”
Nabi menjawab, “Kalau begitu kau bayar fidyah kepada 60 fakir miskin tetanggamu sebagai ganti…”
“Wah, bagaimana bisa? Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan sendiri saja aku sudah kewalahan, apalagi harus bersedekah?”
Nabi kembali tersenyum, kemudian beliau masuk kedalam Rumah beliau (yang tidak terlalu jauh dari Masjid Nabawi) kemudian keluar lagi dengan membawa sebungkus kurma.
“Ini ada kurma, kau bagikan saja kepada tetanggamu yang miskin sebagai pembayaran fidyahmu…”
“Ya Rasul, saya adalah orang termiskin di lingkungan saya. Bagaimana saya hendak bagikan kurma darimu ini ya Rasul?”
“Ya sudah… ambilah kurma ini, bagikan kepada keluargamu.” jawab Beliau dengan santun.
Subhanallah, manusia termulia di dunia ini lagi-lagi mencontohkan kepada kita bahwa persoalan syariah sekalipun bisa sangat amat fleksibel dilaksanakan, tergantung kepada siapa mukallaf (orang yang diberikan beban syariah)-nya.
Benar, al-Quran sudah menetukan hukum untuk hubungan badan di siang Ramadhan, puasa 60 hari berturut-turut, atau fidyah 60 orang miskih.
Qadarullah, kita ditunjukan hukum ini tidak selalu tekstual, kadang dia bersifat kontekstual. Makanya umat Islam perlu belajar banyak, shirah, as-Sunnah, agar tidak sesat dalam praktik agama.
Contoh lain adalah zakat fitrah. Ini wajib. Tapi jika ada keluarga yang memang gak punya uang, gak punya tabungan, maka otomatis keluarga itu berhak mendapat zakat.
Contoh lagi, shalat it wajib berdiri. Gimana kalau sakit? Duduk aja. Simple.
Ajaran “make it simple” ini tolong jangan dijadikan sebagai ajang menyepelekan.
Toh Nabi sendiri tidak menghapus ketentuan hukuman kepada orang itu, Nabi juga tidak menghilangkan adanya dosa jika melakukannya lagi.
Menyepelekan masalah adalah menjadikan sebuah permasalahan itu kehilangan “wibawa”-nya. Jika Anda mengulur-ulur waktu shalat fardhu, sehingga sampai pada tiba akhir waktunya, maka itu disebut menyepelekan shalat. Jika Anda tidak puasa karena sekedar kehausan di siang hari saja, maka itu berarti Anda menyepelekan puasa.
Jika Anda tidak mengerjakan zakat padahal Anda mampu, itulah yang disebut menyepelekan. Jika ini dilakukan, maka jangan salahkan jika suatu masa Anda akan disepelekan oleh hal-hal itu.
Bisa jadi ketika Anda membutuhkan shalat di akhirat, maka Anda tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa dari shalat Anda. Bisa jadi ketika Anda sangat membutuhkan puasa, maka puasa tidak memberikan faedah apapun karena anda telah menyepelekanya.
Maka ini yang perlu dihindari. Jangan sampai sebuah masalah itu disepelekan. Jadi sederhanakanlah masalah itu, jangan dipersulit, jangan dibikin rumit, jangan dibuat ruwet dan memusingkan, tapi juga jangan disepelekan, jangan sampai kehilangan “wibawa”, jangan sampai kehilangan ruh, karena Tuhan memberikan masalah untuk dipecahkan, bukan disepelekan, apalagi tidak dipedulikan.
Contoh lain dalam menyederhanakan masalah dalam beragama Islam adalah ibadah:
Wudhu; Wajib menggunakan air. Kalau ada air tinggal dikit, musim kemarau, boleh air itu digunakan untuk minum dan wudhu diganti tayamum.
Shalat; Wajib berdiri bagi yang mampu. Kalau tidak bisa, silakan duduk, tidak mampu juga, boleh sambil berbaring.
Zakat wajib bagi yang mampu, zakat fitrah harus dikeluarkan bagi orang yang memiliki uang belaja atau makanan untuk hari beberapa hari kedepan. Anda cuma punya uang atau persediaan untuk makan hari ini, berarti Anda tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
Akhirnya, saya tutup tulisan singkat ini dengan sebuah ayat al-Quran.
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran kepadamu. (Al-Baqarah: 185)