Blog Openulis

Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.

jihad palestina, raja thalut bani israel

Tafsir al-Baqarah: Kisah Thalut dan Jalut Bani Israel Menurut Sains

Mereka perlu tahu

Alkisah, Bani Israel sangat mudah diserang dan ditindas oleh bangsa lain akibat bercerai-berai. Karenanya mereka mendambakan kehadiran pemimpin yang dapat menyatukan dan membebaskan mereka dari intimidasi musuh, seperti saat dipimpin oleh Nabi Musa dan Yusak bin Nun.

Setelah bertawasul melalui Nabi Samau’il, Allah menunjuk Thalut sebagai pemimpin mereka dengan tanda kepemimpinan berupa tabut yang berisi peninggalan keluarga Nabi Harun.

Awalnya mereka menolak Thalut hanya karena ia tidak memiliki harta melimpah, tetapi Allah menjelaskan bahwa ia memiliki keluasan ilmu dan kekuatan badan yang dapat menjadi modal kepemimpinan.

Singkat cerita Raja Thalut ingin menggerakkan Bani Israil untuk melawan Raja Jalut dengan pasukannya yang kuat dan banyak.

Tidak lupa, mengingatkan pentingnya ketulusan dalam berjuang. Bagi mereka yang masih mendua hatinya, seperti; yang sedang merencanakan pernikahan, membangun rumah, memanen hasil kebuh dan sejenisnya dianjurkan untuk tetap tinggal di rumah, karena hanya mereka yang bertekad bulat untuk berjuang saja yang mampu.

Setelah pasukan disiapkan, Raja Thalut menyampaikan pesan penting, bahwa dalam perjalanan ke medan perang nanti mereka akan diuji Allah dengan sebuah sungai.

Mereka dilarang meminum air sungai tersebut meskipun rasa haus sudah mencekik leher, karena yang meminumnya tidak akan mampu berperang, sebaliknya yang tidak tergoda dan mampu mengendalikan nafsunya, maka ia akan menjadi bagian dari pasukan inti yang siap berjihad.

Dengan rahmat dan kasih sayangnya, Allah pun memberikan pengecualian bagi mereka yang sekadar menceduk air dengan satu tangan (illa man ightarafa ghurfatan biyadihi) tidak dengan dua tangan (biyadaihi) apalagi lebih dari itu.

Faktanya kebanyakan pasukan Thalut meminum sepuas-puasnya dari sungai, bahkan tidak sedikit yang menyelam sambil minum air.

Benar nyatanya, mereka yang minum dengan tamak tidak lagi memiliki nyali ketika berhadapan dengan musuh, sedangkan mereka yang tidak minum atau hanya seceduk saja, dengan tegar dan berani menghadapi musuh yang kuat dengan senjata sambil berkata,

“Betapa banyak kelompok kecil mampu mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah dan pertolongan-Nya menyertai orang-orang yang bersabar.”

Mereka pun bertempur dengan sekuat tenaga dan mendapat kemenangan yang gemilang, terutama setelah pemuda -yang kini kita kenal sebagai Nabi Daud, mampu mengalahkan Raja Jalut.

Sepenggal kisah di atas diabadikan oleh Allah dalam surat al-Baqarah: 246-252.

Berdasarkan kisah perang Bani Israel dan Raja Thalut di atas, setidaknya kita dapat mengambil 5 pelajaran dari hikmah dibaliknya;

1. Sosial: Pertikaian Pangkal Kehancuran

Dibanyak peradaban, konflik dan perpecahan adalah ujung tombak bubarnya suatu negara. Tidak terkecuali negara Islam dan khilafah. Silakan baca sejarah apa yang dilakukan Kaisar Romawi saat Khalifah Ali dan Muawiyah bertikai karena berbeda itjihad.

Jangankan manusia, hewan pun demikian. Saat kambing berpencar, serigala dengan gampangnya menerkam mereka. Saat kelompok rusa terpecah, singa memangsa mereka.

2. Politik: Bekal Seorang Pemimpin

Kisah adalah bagian dari kurikulum al-Quran. Karena ia adalah kitab pedoman, yang disajikan pun bukanlah cerita dongeng, tapi fakta sejarah agar dapat diamati dan ditiru.

Ayat 247 di atas jadi begitu penting dibahas dan berharga di tengah krisis pemimpin berwibawa, seperti kita hari ini.

Gamblang sekali dalam al-Quran dijelaskan; kesehatan dan ilmu yang kokoh adalah modal penting dalam memimpin, bukan harta benda atau yang sering dikatakan sebagai logistik.

Inilah sebab, carut-marutnya pemerintahan suatu negara. Kesempatan memegang kekuasaan hanya diberikan kepada orang-orang kaya, yang justru tamak dan hendak menjadikan jabatannya sebagai pijakan menumpuk hartanya.

Saat bersamaan, rakyat sebagai pemilih tetap pun hanya mau memilih calon yang mampu membeli suara mereka dengan sembako dan konser dangdut. Itupun 5 tahun sekali.

3. Kesehatan: Jangan Minum Saat Haus

Ketika olah raga rasa haus yang hebat akan melanda kita. Saat selesai, mayoritas kita yang berhasrat langsung minum air sebanyak mungkin untuk mengobati dahaga yang dirasa.

Perlu diketahui, ketika berolah raga konsentrasi vasopressin dalam tubuh akan meningkat. Hal itu terjadi disebabkan oleh keadaan stress tubuh yang lelah saat olah raga ataupun beraktifitas berat.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang artinya ketika kadar hormon tersebut tinggi maka tubuh cenderung akan menahan air di dalam tubuh untuk tidak dikeluarkan.

In other words, Anda tidak akan cepat buang air kecil meskipun sudah minum banyak air sehabis marathon, misalnya. Dalam keadaan demikian, mengonsumsi terlalu banyak air akan berdampak fatal bagi Anda karena berakibat hiponatremia.

Hiponatremia adalah saat kadar garam dalam darah (natrium) lebih rendah dari yang seharusnya. Keadaan hiponatremia yang disebabkan oleh jumlah air yang meningkat dalam pembuluh darah membuat ginjal tak mampu mengeluarkan kelebihan air tersebut secara cepat.

Akibatnya, air yang berlebih itu akan masuk ke dalam sel-sel tubuh. Sel tubuh yang menerima kelebihan air akan mengalami pembengkakan. Alhamdulillah tubuh memiliki banyak rongga yang dapat di isi sehingga tidak akan mengalami kesulitan saat mengembang.

Lebih dari itu, jika kasus ini terjadi pada otak. Sel-sel otak terkurung dalam tengkorak yang keras dan tidak memiliki cukup ruang untuk mengembang ketika menerima air berlebih.

Selanjutnya, tubuh akan mengalami kejang, koma, sistem pernapasan terhenti, batang otak mengalami herniasi dan akhirnya berujung pada kematian.

Kita tahu semua yang berlebihan pasti berbahaya dan tidak baik, bahkan dalam beribadah. Allah melarang kita dan Ia tidak suka hal itu.

إنه لا يحب المسرفين

Allah tidak menyukai orang yang suka berlebih-lebihan. (al-An’am: 141, al-A’raf: 31)

Bacaan pendukung:

Sugesti Bohong, Air Dapat Menyembuhkan

4. Psikologi: Bukti Keikhlasan

Dalam bertugas, mengajar dan berdakwah khusunya terkait dengan harta, sebaiknya kita menjaga diri dari mengambil bayaran (iffah), jika mampu.

Namun, jika terpaksa kita diperbolehkan mengambil hanya sedikit, sekadar yang dibutuhkan. Walaupun dalam pembagian zakat ada jatah amil zakat, bukankan lebih baik mengambil lebih sedikit dari jatah yang ditentukan.

وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ

…Siapa saja yang mampu, hendaklah ia menahan diri dan yang miskin, bolehlah ia makan harta itu sepatutnya (sekadar)… (an-Nisa: 6)

Terlalu menikmati upah materi dari jihad fisabilillah sangat berbahaya. Karena berdampak pada lemahnya keikhlasan. Coba baca sejarah runtuhnya kerajaan Islam di Eropa.

Salah satu sebabnya adalah pasukan perang mereka dipenuhi oleh pebisnis yang mencari keuntungan dari ganimah, bukan mencari ridha Allah.

Contoh lainnya adalah para guru dan kiyai yang mendirikian pesantren. Semangat berjuang dan mendidik mereka akan alot ketika terlalu banyak disiram uang dari SPP, apalagi jika lembaga pendidikan dijadikan ladang bisnis.

Terlalu banyak mengambil membuat kita terlena dan merusak keikhlasan. Misalnya seorang ustadz yang biasa berceramah mendapat bayaran.

Suatu ketika jadwalnya “diambil” orang, tentu jika benar ikhlas, ia akan bersukur karena ada yang meringankan bebannya dalam berdakwah, tapi jika sudah terlena dengan harta, biasanya akan marah karenanya.

5. Bahasa: Sifat ِSabar

Dalam rangkaian kisah di atas, ada satu doa menarik yang diucapkan oleh Raja Thalut dan pasukan Israelnya:

ربنا أفرغ علينا صبرا وثبت أقدامنا وانصرنا على القوم الكافرين

Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (al-Baqarah: 250)

Perhatikan kata yang diberi warna merah. Allah menggunakan istilah “tuangkan”. Tentu saja, bukan karena kehabisan kosa kata, lantas dimunculkan ungkapan ini. Tapi, memang sengaja untuk memancing nalar kita.

“Tuangkan” adalah kata yang identik dengan air atau liquid. Sama saat kita mengatakan “tuangkan susunya”, tentu yang dimaksud adalah susu cair. “menuangkan tembaga”, pun yang dimaksud adalah tembaga cair atau yang sudah dilebur.

Dengan kata lain, Allah ingin mengajarkan bahwa sabar itu seperti air, sifatnya. Ia mengisi setiap ruang kosong, ia mengalir dari atas ke bawah, ia selalu tahu jalan dan tujuannya.

Begitulah kesabaran, ia harus mengisi setiap rongga tubuh kita. Tangan bersabar, lisan juga harus sabar, kemaluan juga harus sabar, barulah itu disebut dengan kesabaran sejati.

Mereka perlu tahu

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Terima kasih artikelnya amat bermanfaat buat ngisi malam ini di masjid kami. Alhuda Nirbitan Tipes Solo