Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Dalam ramai, duka tak terasa. Sepi menghampiri, terperi deritanya.
Di tengah waktu pelajaran aku izin ke toilet untuk buang air kecil. Setelah dari toilet dan akan kembali kekelasku aku lihat seorang guru mendatangi kelas Bumi di XII IPS-4, tak lama kemudian Bumi keluar kelas dengan wajah murung dan merangkul ranselnya. Aku ingin bertanya tapi posisi kita agak jauh dan Bumi nampak buru-buru pergi.
Aku kembali duduk di kelas dan mulai mencatat rumus Fisika yang dituliskan Pak Lutfi di whiteboard. Selang beberapa waktu Pak Yudha yang sedang dapat giliran piket memasuki kelasku. Tak aku kira, beliau mengumumkan berita duka cita. “Ayah Bumi meninggal dunia.”
Sepulang sekolah aku, Erka, Arly, Seshi dan murid lainnya mendatangi rumah Bumi untuk berbela sungkawa. Di rumahnya Bumi tengah bersama para guru yang datang terlebih dulu, begitu melihat kami, Bumi langsung menyambut dengan senyuman tegar. Aku dan Erka memeluknya erat. Terasa ia megambil nafas panjang dan menghelanya saat melepas pelukan kami.
Dari cerita Bumi sendiri kami tahu ayah Bumi meninggal karena penyakit asma yang beliau derita. Kami menyayangkan karena Bumi tak pernah cerita hal ini sebelumnya. Walaupun tidak banyak membantu setidaknya doa bisa kami panjatkan.
Aku tahu bagaimana rasanya ketika kita ditinggalkan orang yang sangat kita sayang. Aku pernah mengalami apa yang terjadi pada Bumi sekarang. Aku tahu itu senyuman duka yang belum benar-benar ia sadari karena masih dalam keramaian. Tapi ketika semua penghibur satu persatu pamit dan suasana menjadi sepi, barulah ia paham apa itu rasanya kehilangan.
Mungkin Bumi masih dalam keadaan duka saat dua hari ia tak masuk sekolah. Hari berikutnya ia masuk dengan sejuta rasa ceria seolah tidak terjadi apa-apa padanya. Meskipun kami semua tahu, ia sedang menyembunyikan kesedihannya. Kami tak ingin melarutkannya dalam duka, maka kamipun bersikap seperti biasanya.
“Gak masuk dua hari aja, kayaknya udah ketinggalan pelajaran banyak banget.” Keluh Bumi saat kami berkumpul di taman sekolah.
“Tenang, nanti aku bantuin.” Janji Erka.
“Iya, kalau aku bisa juga bakal aku bantu.” Turut Rama sambil menawarkan roti.
“Thanks ya.” Bumi berterima kasih dan tanpa sungkan mencuil roti Rama.
“Ram, ajarin geografi bisa gak?” tanya Seshi.
“Kalau Geo, aku aja yang ajarin.” Bumi langsung mengajukan diri. “Rama kan kelas IPA, gak ada pelajaran geo.” Tambah Bumi menyakinkan.
“Betul tuh.” Aku dan Erka dengan kompak membenarkan perkataan Bumi.
Seshi memandang kami dengan cemberut. Aku melirik jahil ke Bumi. Entah yang lain tahu atau tidak kalau Bumi menyukai Seshi, yang pasti aku akan mendukung penuh perjuangan Bumi untuk memenangkan hati Seshi.
“Yang penting kita belajar.” Timpal Rama.