![]()
Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
![]()
Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Kenapa manusia suka berebut kekuasaan dan jabatan?
Jawabannya bisa kita temukan pada kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun. Setelah mencermati sejarah ummat manusia sedari awal hingga zamannya, beliau menyimpulkan bahwa :
Demikian analisis menurut Ibnu Khaldun, dalam kitab Muqaddimah 2/76.
Apa yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun di atas berlaku pada orang-orang yang haus kekuasaan demi kepentingan pribadi.
Namun di sisi lain, ada orang orang yang berkuasa agar dapat menegakkan keadilan dan membela kebenaran. Semisal nabi Yusuf, nabi Daud, nabi Sulaiman, Dzulqarnain, para khulafaurrasyidun dan lainnya.
Mereka tidak berkuasa demi memperkaya diri dan keluarga, atau mencari kemuliaan sehingga dilayani oleh masyarakat banyak. Sebaliknya yang terjadi mereka melayani masyarakat banyak dan berkuasa demi menegakkan keadilan.
Apa bedanya antara dua kelompok di atas?
Bedanya pada tauhid mereka.
Kelompok pertama mengira bahwa hartanya bisa menjadi banyak, dirinya bisa mulia dan hidupnya bahagia karena dilayani dan dipuja-puja oleh sesama manusia.
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخْلَدَهُۥ
Manusia mengira bahwa hartanya dapat menjadikan dirinya kekal. (al-Humazah: 3)
Sedangkan kelompok kedua: yakin sepenuhnya bahwa kekuasaan tidaklah menambah kemuliaan ataupun melapangkan rezeki mereka. Karena kemuliaan hanya milik Allah dan orang yang mulia adalah orang yang Allah muliakan walau dipandang sebelah mata oleh semua manusia.
ٱللَّهُمَّ مَـٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ
“Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kapada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran: 26)
Karena itu kelompok kedua walau sebagai raja, mereka tidak mengharap layanan dan juga tidak sudi menerima perlakuan lebih dibanding rakyat jelata.
Nabi Daud alaihissalam walau sebagai raja, beliau hidup dari hasil cucuran keringat sendiri, yaitu dengan menjadi pandai besi.
Para khulafa’ ar-rasyidun juga demikian walau sebagai khalifah yang berhasil memimpin rakyatnya menundukkan Persia dan Romawi, namun Khalifah Umar bin al Khattab hidup sederhana dan serba pas-pasan.
Di sinilah letak kesempurnaan akidah dan tauhid mereka.
Mereka terobsesi untuk menjadi satu 7 golongan yang dinaungi di bawah Arsy Allah pada hari qiyamat1, dan diberi kedudukan di atas mimbar cahaya di dalam surga di sisi Allah2.
Fakta kehidupan mereka semua menjadi bukti akan keutuhan tauhid mereka dalam memikul kekuasaan dan mengemban amanah jabatan.
Namun bila anda bisa membaca bahwa pada kekuasaan ada perjuangan dan pengorbanan, bahkan itu lebih dominan dibanding aspek kekayaan, maka itu juga mencerminkan akan kadar iman dan tauhid anda.
Lalu bagaimana dengan selain mereka, apa semuanya berkuasa hanya karena mencari kekayaan, pelayanan dari rakyatnya dan mendongkrak derajatnya?
Tentu saja tidak semuanya, ada yang demikian dan ada yang tidak.
Bagaimana tahunya? Serahkan kepada Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui isi hati makhluk.
Namun demikian, dikatakan dalam israiliyat dikatakan satu pernyataan :
من ثمارهم تعرفونهم
Dari hasil keja mereka, engkau dapat mengenal siapa sebenarnya mereka.
Bila mereka berkuasa kemaksiatan makin meraja lela, keimanan makin diinjak dan dimarjinalkan, penjaja dosa dan kekufuran dilindungi, sedangkan penyeru kebenaran ditakut-takuti dan dimusuhi, maka itu cukup sebagai bukti dan indikasinya.
Demikian juga sebaliknya, bila mereka berkuasa kebenaran dikibarkan, dan kebatilan dibuat ompong dan dikandangkan, maka cukuplah itu sebagai bukti.
Walaupun tentu tidak bijak bila anda saat ini mengharap figur semisal Abu Bakar, apalagi semisal nabi Daud ‘alaihissalam.
Jika tidak bisa memilih siapa yang paling besar potensi baiknya, maka pilihlah yang potensi buruknya lebih kecil.