Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Kisah ini akan melengkapi ikhtiar ikhwan-akhwat yang sedang mencari jodoh. Bisa jadi, Anda sering mengalami hal ini tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sebagaimana yang dikutip Ust. Saif Alemdar, dari buku “Dzikrayat Ali Tantowy”, karya Syaikh Ali Tantowy sendiri yang berisi catatan harian, kisah-kisah hidup beliau semasa kuliah dan menjadi Hakim.
Kisah ini sangat terkenal di kalangan penduduk Damaskus karena diwariskan secara turun temurun selama 120 tahun lebih.
Di kota bersejarah tersebut ada sebuah masjid besar yang bernama Jami’ al-Taubah. Sebelum dibangun masjid oleh Sultan Musa Adil al-Ayyuby pada abad ke 7 Hijriah, awalnya tempat tersebut adalah tempat maksiat.
Saat itu Imam al-Masjid al-Taubah adalah Syaikh Salim Mesuty, seorang Faqih Hanafi yang berasal dari Albania, beliau sangat dihormati. Semua masyarakat senang berkonsultasi pada beliau apabila ada masalah.
Beliau memiliki banyak santri, salah satunya seorang pemuda miskin yang dikenal cerdas dan shaleh. Karena tidak memiliki rumah, pemuda itu tinggal di salah satu ruangan kosong di masjid.
Qodarullah, suatu hari pemuda itu tidak punya uang untuk membeli makanan. Namun, karena izzah yang terdapat pada dirinya, dia tidak mau meminta-minta,1 dia lebih memilih menahan lapar sambil berharap Allah memberinya rezeki.
Setelah menahan lapar selama 3 hari, dalam keadaan lemah tak berdaya, terlintas di benaknya; “Saya sudah sampai pada level darurat terpaksa boleh makan bangkai atau mencuri secukupnya, sebatas konsumsi pengganjal perut.”2
Layaknya banyak kota besar di dunia, rumah-rumah di Damaskus saling berdempetan satu sama lain. Hal ini memudahkannya untuk melompati atap, dalam rangka berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain.
Aksi nekatnya dimulai dari menaiki atap masjid, kemudian menuju rumah penduduk.
Syahdan! Saat singgah di sebuah rumah, dia melihat seorang wanita cantik, dia pun menundukkan pandangannya, karena dia sadar, tujuannya hanya untuk mencuri, itupun sekadar memenuhi kebutuhan perut, bukan yang lain.
Di sadar firman Allah yang berbunyi:
… قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم
Katakanlah kepada orang-orang beriman: “Hendaklah mereka menundukan pandangan, dan menjagakemaluan; …” (al-Nur: 30)
Dengan sigap dia berpindah ke tembok sebelah, di sana tercium aroma makanan yang cukup menggoda bagi seorang yang sudah 3 hari belum makan. Seolah aroma khas makanan itu menuntunnya ke dapur di mana hidangan tersebut dimasak.
Dengan cekatan dia masuk ke dapur dan membuka periuk, ternyata di dalamnya ada kudapan lezat bernama makdous. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengambil satu.
Baru mau digigit, dia sadar, “Astaghfirullah, bagaimana mungkin aku masuk rumah orang lain dan mencuri, sementara aku sudah belajar halal-haram”. Diapun meletakkan kembali makdous yang berada di tangannya ke dalam periuk dan pergi.
Dengan penuh penyesalan, sepanjang jalan atap rumah dia terus beristighfar sambil menuju masjid.3 Di masjid dia langsung bergabung ke majelis pengajian Syaikh Mesuty. Saking laparnya, dia tidak mampu menangkap apa yang sedang dijelaskan oleh sang guru.
Setelah pengajian selesai, jamaah pun bubar. Tiba-tiba seorang wanita bercadar mendekati Syaikh Mesuty dan berbicara, entah apa yang dibicarakan tidak ada yang tahu, hanya dia dan syaikh yang tahu.
Namun terlihat Syaikh Mesuty menganguk-angguk. Syaikh pun berpaling seakan sedang mencari seseorang, dan tidak ada seorangpun di masjid itu kecuali pemuda tadi, muridnya.
“Kamu sudah nikah, belum?” tanya Syaikh,
“Belum, tuan guru”. Jawabnya.
“Mau nikah?”
“Bagaimana saya menikah syaikh, untuk makan sehari-hari saja saya tidak punya uang”.
“Wanita itu mengatakan bahwa suaminya sudah meninggal, dia bukan orang Damaskus, dia tidak punya siapa-siapa kecuali pamannya yang sudah tua.
Ketika suaminya meninggal, dia meninggalkan rumah dan harta. Jadi, wanita itu ingin menikah supaya tidak sendiri lagi. Bagaimana? Kamu mau?”, kata syaikh.
“Mau, tuan guru”. Jawabnya singkat.
Syaikh memanggil wanita itu, “Kamu mau menikah dengan dia dengan kondisinya yang seperti itu”, wanita itupun setuju.
Syaikh pun memanggil paman wanita itu sebagai wali dan beberapa orang saksi. Akad nikah pun dilangsungkan hari itu juga, dan syaikh menanggung mahar muridnya itu.
“Sekarang kalian sudah menjadi suami-istri, silakan bawa suamimu”, kata Syaikh Mesuty.
My home is where my husband is
Merekapun beranjak pulang, sesampainya di rumah, wanita itu membuka cadar, ternyata wanita itu masih muda dan cantik sekali bagaikan bidadari.
“Kasihku, apakah engkau ingin makan?”, tawarnya pada suami yang baru dinikahinya.
Si pemuda malah keluar panas-dingin, karena menyadari bahwa rumah tersebut adalah rumah yang tadi dimasukinya tanpa izin.
Dia pun menangis lalu menceritakan kisahnya. Mendengar hal itu Istrinya berkata, “Ini adalah buah manis dari sabar dan takwa, saat kamu menahan diri agar tidak memakan makdous secara haram, Allah memberikan ganti yang lebih baik dari itu. Tidak hanya makdousnya, bahkan rumah beserta pemiliknya secara halal”.
Syaikh Tantowy mengatakan, “Kisah cinta ini nyata, dan aku mengenal para tokohnya. Saat seseorang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantikan dengan hal lain yang lebih baik”.
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
(Hadits riwayat Ahmad)
1 Haram mengemis dalam Islam, kecuali terpaksa dengan syarat-syarat yang ketat sebagaimana dalam kitab fiqih parah ulama.
2 Di zaman khilafah, orang mencuri karena lapar mendapat kelonggaran tidak diberikan sanksi hukuman atau pidana. Kerugian korban pencurian, ditanggaung pemerintah.
3 Menyesal, istighfar, bertekad tidak mengulangi lagi, dan mengembalikan hak orang lain (termasuk orang kafir) adalah syarat diterimanya taubat