Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Islam telah melarang segala bentuk fanatisme kelompok, partai, ormas, termasuk kebangsaan. Karena paham radikal semacam ini orang akan cenderung berbangga terhadap komunitas.
Akibatnya, setiap orang akan menonjolkan perbedaan yang hanya akan menjadi benih perpecahan.
Allah berfirman:
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Kemudian mereka terpecah belah menjadi beberapa kelompok. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki. (Al-Mu’minun: 53)
Sebenarnya sikap fanatik itu lumrah terjadi dalam kelompok mana pun. Karena adanya proses cuci otak saat menjadi anggota organisasi.
Inilah yang akan kita bahas. Bisa jadi, kita sudah menjadi korban dari cuci otak fanatik buta.
1. Monopoli Kebenaran
Adalah upaya meyakinkan bahwa tak ada kelompok yang benar selain kelompok sendiri, dibarengi dengan menafikan kebenaran kelompok lain.
Langkah ini berguna untuk mengontrol cara pandang terhadap sesuatu dan menutup pikirannya.
Biasanya dengan mengatakan, “kelompok lain sesat, tidak benar”. Penafian kebenaran kelompok lain dimulai dari dosis yang rendah, dan terus ditingkatkan seiring intensitas pertemuan.
Coba ingat, kapan terakhir kali kalian diajarkan hal ini oleh senior atau pimpinan ormas.
Tentu saja saya tidak sedang melegitimasi liberalisme agama. Karena semua orang beriman yang benar memang seharusnya merasa hanya agamanya yang benar, karena konsep masing-masing keyakinan jauh berbeda.
Meyakini banyak agama bersamaan, sama saja tidak beriman, itu adalah keraguan.
Saya juga tidak ingin memojokan madzhab atau harakah tertentu. Ini sudah ada pembahasannya dalam artikel Menyikapi Paham Golongn Lain Dalam Islam.
2. Sugesti
Untuk memantabkan keyakinan aggotanya baru, biasanya para ketua atau senior akan memberikan ucapan selamat bahwa mereka berada di jalan yang benar dan beruntung.
Mereka akan diberi sugesti penghargaan orang-orang terpilih, yang mendapat petunjuk atau sejenisnya:
- “Bergabung di ormas ini adalah pilihan yang benar.”,
- “Selamat! Kalian beruntung telah diterima di pekerjaan ini, ribuan orang melamar tapi hanya sedikit yang diterima.”,
- “Kalian adalah orang-orang pilihan …”
- “Selamat bergabung di perusahaan terbaik …”
3. Penanaman Makna
Sengaja atau tidak, lambat laun anggota baru akan dikenalkan istilah-istilah, jargon atau makna baru yang ekslusif dan hanya dipahami kelompok mereka.
Terkadang, makna istilah itu berbeda dengan makna yang dipahami secara umum. Bahkan tidak dimengerti orang luar.
Fenomena ini akan merangsang orang seolah-olah mendapatkan harta karun berharga dan terus ingin menggali.
Coba Anda ingat, selama terdaftar jadi anggota, sedikit-banyak pasti ada istilah/kata yang sebelumnya tidak dikenal.
4. Kontribusi
Saat masih anggota baru, mungkin Anda akan dibuai. Tapi cepat atau lambat, anggota akan dimintai sumbangan sebagai bukti loyalitas, termasuk membayar dan menggunakan atribut yang berbau partai/organisasi.
Akibatnya, jika tidak memberikan sejumlah kontrubusi, kita akan dinomerduakan atau dipojokkan minimal ada perasaan ‘tidak enak’.
Sebaliknya, jika kita memberi akan timbul rasa berjasa dan berharap balik modal. Akhirnya, kita ingin pertahankan eksistensi dalam partai atau ormas.
Lagi pula, perjuangan itu akan menimbulkan rasa cinta. Lihat kenapa seorang Ibu mencintai anaknya, karena dia berjuang mengandung dan melahirkan.
Bandingkan orang yang senang ke diskotik dan tidak. Saat diskotiknya mau ditutup, siapa yang akan bereaksi lebih keras?
5. Jenjang Karir
Setelah ideologi partai dan kelompol itu tertanam, anggota akan diberi target dan tugas, minimal penyebar pamflet atau merekrut anggota baru.
Dengan cara ini, harga dirinya bakal terjaga karena merasa dihargai dan ideologi itu akan semakin kuat.
Terkadang, tugas dan target adalah ajang iming-iming kenaikan pangkat dan jabatan. Ya, kalau sudah ditawari pasti akan semangat. Apalagi jabatan itu menunjang penghidupan.
Tidak heran, banyak orang bekerja di perusahaan tertentu kemudian sulit untuk keluar. Karena ideologi sudah mengakar.
Apapun bisa menjadi ideologi selama diterima sebagai kebenaran oleh seseorang. Aliran kepercayaan, politik, hingga merek sebuah produk pun dapat menjadi ideologi.
Jadi, tak perlu bangga jika kita sedang memeluk paham dan pola pikir tertentu karena yang dinamakan ideologi tak ada kaitannya dengan kebenaran hakiki.
6. Kontinuitas
Semua proses itu akan dilakukan berulang-ulang, secara simultan, tanpa henti selama beberapa waktu. Apapun yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi ideologi. Karena kebohongan yang selalu diulang, lama-lama akan diterima sebagai kebenaran.
Sekali saja absen dalam perkumpulan, anggota baru akan dicecar. Karena mereka takut anggotanya dimasuki ideologi lain. Dalam komunitas apapun, kalau ada orang jarang masuk pertanda dia udah mau keluar.