Blog Openulis

Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.

Riba Haram Ekonomi Syariah

Bahaya Riba : Krisis Ekonomi & Bencana Alam, Orang Islam Wajib Tahu

Mereka perlu tahu

Kita mengenal 3 ideologi ekonomi dunia; kapitaslisme, sosialisme & syariat Islam. Uniknya, ekonomi syariah mengharamkan sistem riba bunga bank, kredit konvensional, dan deposito.

Alasannya karena riba tidak hanya mengancam kesejahteraan rakyat kecil, tapi juga ekonomi negara, bahkan kelestarian alam. Serem amat. Bagaimana penjelasannya?

Sebelum memulai, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu definisi riba dalam Islam berikut.

A. Apa itu riba?

Riba adalah semua qord yang menguntungkan, alias profit yang diperoleh dari qord (kredit, gadai, hutang-piutang). Contohnya;

  1. Bank memberikan piutang sebesar 10M, dengan syarat setahun harus kembali 101%, misalnya. Maka kelebihan 1% itu adalah riba dayn, kreditor dapat untung dari debitur.
  2. Anda gadai sawah ke saya. Selama status gadai, saya boleh menanam apa saja, di atas tanah tersebut. Tanaman dan hasil yang saya manfaatkan itulah riba. Bahkan walau hanya sehelai rumput liar untuk pakan kambing.1
  3. Pemborong ikan memberikan kredit perahu, jaring dan mesin ke nelayan. Syaratnya, menjual semua hasil tangkapan ke pemborong tersebut di bawah harga pasaran, tapi tanpa mengurangi angsuran sang nelayan.
  4. Cina memberikan hutang pada Indonesia, dengan syarat: semua proyek, pekerja dan bahan bangunan harus berasal dari cina. Ini juga riba (debt trap).
  5. Seorang muslim meminjamkan uang pada seorang nasrani. Dengan syarat, orang nasrani tersebut harus masuk Islam. Ini juga riba dapat dosa dobel karena melanggar syariat Ikroh fii ad-Din (Quran, 2:256).

كل قرض جر نفعاً فهو ربا

Setiap qord yang mendatangkan manfaat adalah riba. 

Secara umum dan mendasar, demikianlah definisi riba berdasarkan hadits Nabi. Walau ada perbedaan redaksi para ulama dalam menjelaskan, intinya adalah pertambahan tidak syar’i, sebagaimana bunga bank.2

B. Riba Menciptakan Inflasi Kenaikan Harga

Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat ada 8.959 kasus sengketa lahan atau tahan sepanjang 2019. Sebagianya terjadi antara orang-perusahaan, HGU dan BUMN. Sebagian besar lain antar masyarakat seperti tetangga bahkan saudara sendiri.

Kenapa konflik macam ini terus terjadi? Karena memiliki tanah adalah titik aman hidup, bagi sebagian orang.

Punya tanah itu artinya, tinggal bangun rumahnya. Kalau punya rumah pribadi gak usah capek-capek keluar uang bayar kontrakan puluhan tahun. Ratusan juta uangnya bisa ditabung untuk gaya hidup lain.

Di tengah tingginya harga tanah yang kian hari makin mahal. Maka orang rela putus tali silaturrahim. Jika konflik ini terjadi pada perusahaan, mereka tidak segan mengorbankan nyawa orang.

Semua bermula dari inflasi.

Inflasi adalah menurunnya nilai tukar uang terhadap barang atau komoditi.

Anda menabung Rp 1 juta. Tahun depan saat akan digunakan, uang Anda sudah berkurang. Bukan jumlahnya, tapi nilainya.

Angkanya boleh sama, nilainya berbeda.

Contoh saja harga beras tahun 2000, berkisar Rp.1.500-3.000,-/liter. Setelah 20 tahun, harga beras kini antara Rp.8.000-14.000,-/liter.

Artinya, dulu 15 rb bisa dapat 10 lt, kini Cuma dapat 1 lt kurang-lebih.

Inilah Inflasi, salah satu dampak buruk yang dilahirkan sistem keuangan ribawi.

1. Hutang Aset Negara

Perlu diketahui, mata uang kertas adalah hasil cetak lembaga independen, Bank Central. Kalau di Indonesia, BI.

Lembaga ini tempat pemerintah mengajukan hutang dalam bentuk obligasi dengan akad pengembalian yang bertambah.

Ingat! Sesuai definisi pertambahan dalam hutang-piutang adalah riba.

Kemudian lembaga keuangan komersial lain seperti bank, meminjam uang pemerintah dengan iming-iming uangnya berbunga (riba dayn). Riba kok makan riba!

Lalu lembaga komersial itu memberi pinjaman kepada masyarakat dengan syarat uang bertambah (riba lagi).

Di lain sisi masyarakat memberi pinjaman uang kepada bank melalui deposito & tabungan dengan harapan uang mereka turut berbunga (riba terus).

Ini belum bicara rentenir, buaya darat di kampung-kampung.

Karena kekurangan dana, kemudian pemerintah Indonesia ngutang ke luar negeri dan IMF dengan kesepakatan bunga (riba intenasional), padahal negara lain juga dapat duit dari hasil pinjam dengan skema yang sama (siklus riba).

Sementara uang yang dicetak oleh Bank Central nasional ataupun internasional cuma segitu-gitunya, tapi semua uang itu diputar untuk saling pinjam-meminjam dengan janji bertambah banyak saat dikembalikan.

Krisis ini bertambah parah dengan hadirnya uang digital dan cryptocurrency. Uang yang sama, tapi bisa bersemayam dalam 2 akun berbeda. Yang satunya nabung, satunya minjam. Parahnya lagi, bisa digunakan belanja dalam waktu bersamaan di tempat yang berbeda.

Bayangkan, di planet ini hanya ada 10 dollar yang dicetak. Kemudian Anda pinjam dengan perjanjian harus kembali 11 dollar. Pikirkan gimana balikin 1 dollar bunga sisanya?

Solusinya kita pinjam lagi untuk bayar sisanya. Lantas, pinjaman kedua gimana bayarnya? Pinjam aja lagi. Wkwkwkwk

Begitulah riba, deritanya tiada akhir.

Ada kalanya gagal bayar pokok + bunga, aset negara jadi tebusannya.

Gara-gara riba, kekayaan alam harus ditukar kertas bertuliskan “dollar”.

Di level bawah, masyarakat akan menaikan harga jasa dan komoditi untuk merauk keuntungan lebih besar dari orang lain, demi mengejar bunga riba yang terus berlipat.

Bermula dari tumpang-tindihnya hutang yang tak sesuai syariah, pihak pertama bunga 2%, lembaga ke-2 bunga 3%, orang ke-3 bunga 4% dan seterusnya.

Peredaran uang tanpa backup aset ini pun berlipat ganda melebihi jumlah yang dicetak secara ilusi, melalui kartu debit, kredit, e-money.

Saking banyaknya, menurutnkan nilai mata uang itu sendiri alias inflasi. Tidak heran, nilai bunga pinjaman harus selalu berada di atas angka inflasi.

كل شئ اذا كثر رخص الا الادب

Segala hal jadi murah saat melimpah (supply and demand), kecuali adab

2. Riba Merusak Tatanan Sosial dan Ekonomi

Adanya sistem riba terutama pada sektor permodalan, memaksa kita bersaing dengan saudara dan bergelut melawan waktu.

  1. Bunga bank selalu berlipat ganda setiap saat tanpa libur, siang-malam tak kenal tanggal merah.
  2. Sementara manusia butuh istirahat, menambah ilmu, mendidik anak dan liburan.

  • Maka, para pedagang memacu usahanya untuk selalu buka dan laku.
  • Buka warung kalau bisa 24 jam, abaikan ibadah, abaikan hak beragama karyawan, ilmu agama gak ada waktu,3 mendidik anak udah bayar guru.4
  • Agar selalu laris dan untung, tidak sedikit pedagang melakukan kecurangan terhadap pembeli maupun kompetitor.

  1. Kemudian kita kehilangan budaya tutup toko lebih awal karena ingin mengaji, belajar, riset dan melakukan penelitian.
  2. Kita kehilangan akhlak itsar, “maaf pak beli di toko sebelah aja, kawan saya dari pagi belum ada yang beli.”
  3. Kita kehilangan sifat jujur menerangkan cacat dan kekurangan produk sendiri takut orang gak jadi beli. Bahkan pedagang hari ini sangat pantang memberi tahukan modal suatu barang kepada pembeli.

Yang tersisa umumnya hanya persaingan, dan rasa benci yang disimpan dalam hati. Sebagian lagi, gak peduli dengan pedagang sebelah, gak masalah musuhan yang penting dirinya untung.

C. Pajak Menjerat

Tutup lobang, gali lobang, akhirnya pemerintah gagal bayar utang, karena pinjamannya terus berbunga dan nilai tukar rupiah terus merosot.5 Akibatnya, negara menarik duit rakyat secara paksa, istilah halusnya “pajak”.

Uang hasil kerja rakyat semakin berkurang;

  1. karena inflasi, dan
  2. pajak, PPh, PPN, dsb.

Bagi orang kaya, ngakali itu mudah. Mereka selamatkan uang hasil kerja kerasnya dengan mendirikan bank swasta. Jangan heran, hampir semua orang kaya di Indonesia adalah pemilik bank.

Dengan begini mereka bisa cetak uang di ranah digital, dan dapat modal usaha dari tabungan nasabah.

Sebagian lagi menyelamatkan nilai uang dengan tanah, HGU, penebangan dan pembakaran hutang. Sementara orang miskin karena gak tahu sistem ini, semakin fakir dan melarat.

1. Korupsi Pemerintah

Bagi negara miskin sumber daya alam (SDA), pajak adalah salah satu cara terbaik mendapat pemasukan untuk operasional negara. Ibaratnya patungan.

Tapi, bagi negara kaya SDA, pajak adalah hal paling konyol yang pernah ada.

Kecuali, negara tersebut dikuasai individu serakah yang sudah membeli pejabat, demi segelintir manusia agar dapat menguasai SDA negara yang haus akan menumpuk kekayaan pribadi.

Negara cuma TJ, terima jadi, terima pajak, gak mau repot mengelola alam. Di luar sana banyak negara cuma punya minyak bumi, tapi lebih makmur dari Indonesia. Sementara kita punya jauh lebih banyak dan variatif, kok rakyat sengsara.

Bayangkan tidak ada pajak di sektor buku:

  • Penulis bebas pajak
  • Penerbit bebas pajak
  • Percetakan bebas pajak
  • Kertas bebas pajak
  • Pabrik kertas bebas pajak

Murah bukan?

Kekayaan literasi dan intelektual kita akan naik pesat, karena rakyat termudahkan. Mereka dapat lebih banyak membeli buku, bahkan mengalokasikan dana untuk penelitian.

Tapi mereka tidak mau rakyat Indonesia cerdas, pintar, dan jenius.

Hubungan Riba dan Bencana
Kesenjangan sosial

D. Bencana Alam Akibat Riba

Kita kembali lagi ke tanah. Tanah yang simpan harus lebih mahal jika dijual di masa yang akan datang. Harus berlipat-lipat. Kalau gak gitu, tak ada uang yang cukup untuk bayar hutang.

Supaya harganya naik, negara membangunkan infrastruktur di tanah-tanah milik orang kaya. Orang kaya gitu loh, tanahnya banyak, di mana-mana.

Tidak jarang, tanah itu hasil HGU, negara beli tanahnya sendiri, tapi uangnya masuk kantong pribadi orang lain.

Tanah milik orang kaya itu bisa naik berlipat-lipat. Mereka punya banyak power untuk memaksa pemerintah supaya beli dengan harga mahal. Wong bikin negara beli tanah negara aja bisa.

Orang biasa mana kebeli, tinggal dipinggiran aja sonoh!. Sementara hanya orang kaya yang bisa tinggal di komplek dan jalan-jalan besar.6

Lalu tanah-tanah itu dijadikan jaminan lagi ke lembaga keuangan. Dengan potensi pinjaman yang jauh berlipat ganda. Kayak kita banget kan, ada tanah dikit, bangung kontrakan, bikin ruko.

Maka jangan pernah berharap, negara mampu membuat penghijauan agar bisa menyerap hujan yang turun.

Pikir pemerintah, “Bangun tempat tinggal manusia aja susah, apalagi untuk pohon. Kalau bisa jadi uang, untuk apa gratis!”.

Karena harga tanah di kota besar seperti di Jakarta sudah super mahal. Makanya saat hujan datang, banjir melanda. Terlepas, Jayakarta tadinya memang rawa-rawa.

Dampak dari tak ada tanah yang bisa ditanami pohon lagi. Tanah sudah dikuasai konglomerat, termasuk di bogor, di puncak banyak dibangun villa. Begitu seterusnya.

Sementara yang agak murah juga sudah diborong orang kaya untuk disimpan selama beberapa puluh tahun mendatang untuk dijual.

Luas tanah di Kalbar misalnya, 14 juta hektar. 5 juta hektarnya dikuasai oleh 6 perusahaan sawit, 5 juta hektarnya dikuasai oleh 700-an pengusaha tambang.

Pohon-pohon di atasnya sudah habis semua.

Sisanya harus jadi rebutan dengan harga mahal oleh penduduk aslinya.

Tak ada lagi yang bisa menahan jika hujan deras datang. Kita tinggal menunggu saja kapan bencana banjir tiba menghampiri rumah-rumah kita atau longsor menimpa nyawa keluarga.7

E. Riba Meningkatkan Angka Kriminal

Dampak riba, banyak perusahaan merampingkan jumlah pekerja. Mereka butuh bayar bunga investasi non syariah. Maka penyerapan tenaga kerja menipis.

Selanjutnya yang pasti angka kriminal meningkat. Cari modal dan lowongan serba susah. Mau apa lagi selain mencuri, merampok, dan begal, atau … demo bayaran.

Para pemuda banyak nganggur, para gadis pun galau karena gak ada yang lamar.

Riba mengurung cara berpikir manusia dalam kotak  “gimana cara jadi duit?”. Semua serba bayar. Tak ada lagi “Saking makmurnya, semua serba gratis”.

Dibuatlah benda-benda remeh dari bahan yang murah agar bisa dijual dengan harga yang teramat mahal karena sifat adiktif yang terkandung di dalamya. Contohnya minuman keras, narkotika,8 video ecek-ecek.

Kejahatan lain, human trafficking. Wanita dan anak-anak jadi pelayan prostitusi, perbudakan9 atau diambil organ tubuhnya. Mahal bukan?

Juga berbagai bentuk perjudian, investasi bodong, perampokan, korupsi, jual-beli hukum serta manipulasi.

Narkoba dibayar mahal, syahwat manusia dibayar tinggi, pengusaha dan pejabat manipulatif dipelihara, padahal semuanya tak memberi pertambahan nilai.

Tak ada kreativitas, tak ada penyerapan tenaga kerja, tak ada peluang bagi manusia untuk mencari nafkah.10 Semua hanya ilusi, bukan barang yang nyata manfaat.

Lalu semua akan berujung pada bencana karena memang begitulah cara Allah memusnahkannya.

Sementara rakyat kecil yang miskin, yang tak ikut-ikutan dalam sistem ribawi secara langsung, terpaksa mengalami penderitaan secara langsung dan paling merugi karena terdampak bencana.

Bencana itu pasti tiba, hanya bentuknya saja yang berbeda-beda. Karena sistem dzalim yang dibuat dan disahkan penguasa.

Berfirman Allah dalam al-Quran bahwa Dia benar-benar akan memusnahkan riba, baca sendiri di surat al-Baqarah: 275-276.

Sebuah pemusnahan yang tak terjadi sekonyong-konyong. Tapi tersistem. Sistem yang rumit. Lebih rumit dari sistem ribawi yang dibangun manusia. Tapi pemusnahan pelaku riba itu pasti akan datang dan berdampak kepada orang-orang yang tidak melakukannya. Maka membiarkannya adalah salah.

واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خآصة واعلموا أن الله شديد العقاب

Jagalah dirimu dari fitnah11 yang tidak hanya akan menimpa orang-orang yang dzalim secara khusus. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (al-Anfaal: 25)

F. Kesimpulan

Dampak riba sangat berbahaya bagi ekonomi, sosial dan kelestarian alam.

saatnya bertaubat wahai pemerintah! Rakyat juga!

Yang terlanjur pinjam uang di bank, hukumnya wajib melunasi dan taubat tidak mengulangi.

Yang belum punya hutang, jangan coba-coba cari pinjaman kalau bukan untuk urusan penting dan terdesak, apalagi melalui bank.

Orang kaya, cobalah investasikan uang Anda dengan cara syariah kalau gak mau hartanya dimakan zakat.

Untuk Dewan Komunikasi Masjid dan ta’mir, gunakan harta umat pada jalan yang benar dan bermanfaat untuk umat. Tolong jangan ditimbun di bank, tapi salurkan untuk kebaikan kaum muslimin. Pastikan saldo “0” akhir bulan.

Umat ini perlu bangkit, perlu dana untuk buka usaha, di sini masjid berperan.

Umat ini punya masalah, perlu bantuan, di sini masjid bertanggung jawab.

Ciptakan wakaf produktif.

_______

1 Riba gadai ini banyak terjadi di kampung. Akhirnya, petani yang menggadaikan ladangnya kehilangan mata pencarian, karena ladangnya tidak bisa dipakai. Lama-kelamaan tanah itu berpindah tangan dengan alasan sang petani gagal tebus.

2 Dalam konteks hutang-piutang bank konvensional, debitur dibebani segala resiko sementara kreditur bebas resiko. Sebagai debitur, Anda harus bayar bunga, pengelolaan dana dan usaha, menanggung kerugian moril dan materil, Anda harus membayar hutang meskipun rugi .

3 Rendahnya pemahaman agama memicu radikalisme, terorisme, permusuhan antar ras, suku dan pemeluk kepercayaan lain, serta mengikis akhlak, adab dan budi pekerti.

4 Anak perlu menerima didikan dan perhatian langsung dari orang tua. Minimnya sentuhan ayah-ibu memicu banyak tindak kriminal.

5 Walau sama-sama kertas, kalau beda nama mata uang dan gambar, harganya beda. Ini permainan riba internasional. Beda kasusnya, kalau pakai alat tukar emas, stabil.

6 Secara tidak langsung hal ini membahayakan NKRI. Kesenjangan sosial makin kontras.

7 Umumnya, pemilik tambang dan pengusaha sawit tidak tinggal di wilayah tersebut. Saat terjadi banjir dan longsor, penduduk setempat yang pasti merasakan pahitnya bencana.

8 Tidak jarang konsumen narkoba adalah orang stres akan tekanan kerja atau anak-anak broken home yang kehilangan peran orang tua.

9 Dipekerjakan di pabrik dan perkebunan tanpa kebebasan dan gaji.

10 Minimnya kreativitas dan lapangan pekerjaan antara lain karena sulitnya mendapat modal tanpa riba. Orang berduit mau aman dan untung, makanya ditaruh di bank.

11 Fitnah adalah istilah umum untuk adzab dan cobaan. Kalau orang baik yang kena, maka itu cobaan, ia dapat pahala. Kalau orang jahat yang tertimpa, maka itu adzab. Ini rahasia diksi dalam al-Quran.

Mereka perlu tahu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *