Blog Openulis

Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.

Kitab hadits al-Muwatta Imam Malik bin Anas

Kisah Muwatta Imam Malik, Teladan Keikhlasan Ulama

Mereka perlu tahu

Imam Malik bin Anas adalah salah seorang ulama terbesar dalam sejarah Islam (pencetus madzhab Maliki1). Ilmunya masih jadi rujukan hingga kini. Tak heran jika beliau terkenal seantero negeri, tak terkecuali di mata khalifah Abu Ja’far al-Manshur dan Harun al-Rasyid.

Di bawah, kita sajikan 3 kisah (imam Malik) betapa keikhlasan sangat penting dan punya segudang hikmah manfaat.

1. al-Muwatta Imam Malik

Bukan tanpa alasan beliau sangat terkenal, Malik bin Anas adalah orang pertama yang menulis kitab hadits dengan susunan topik Fiqih yang diberi nama al-Muwatta’.

Sebelum hadir kitab Shahih al-Bukhari, al-Muwatta’ disebut imam al-Syafi’i sebagai kitab paling otentik dan benar, setelah al-Quran.

Tak mau hilang kesempatan, Harun ar-Rasyid secara khusus meminta izin pada beliau untuk mengadopsi kitab tersebut, demi menyatukan seluruh rakyat di bawah satu pandangan syariah (ibadah, ekonomi & politik).

Dengan bijak, imam Malik menolak wacana tersebut.

Menurutnya, banyak sahabat Nabi telah bertebaran di berbagai negeri dalam rangka berdakwah dan mendidik generasi. Sepeninggal Rasul, tinggal ijtihad2 yang dapat mereka andalkan dalam menentukan sebuah pandangan hukum syariah.

Bagi Malik bin Anas, ijtihad masing-masing sahabat Nabi -yang tentunya punya murid- itu sangat berpotensi benar, meski nantinya harus berseberangan dengan pendapat beliau sendiri.

Karena, memaksakan pendapat itu dapat menciderai ijtihad para ahli ilmu lain, apalagi orang-orang yang ilmunnya di atas kita.

Baca juga: Menyikapi Perbedaan Golongan dalam Islam

Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari sosok imam madzhab Maliki.

Bayangkan, kita di posisi Imam Malik; pasti tawaran itu langsung kita caplok. Kapan lagi ada kesempatan prestisius, gak pake sayembara, debat, apalagi melas-melas “ide saya yang paling bagus”.

Tapi, tidak bagi seorang Imam Darul Hijrah.3 Padahal, saat itu kota Madinah adalah pusat keilmuan Islam, dan Malik bin Anas adalah imamnya. Bahkan, tak seorangpun berani mendahului fatwa beliau, selama beliau masih hidup.

Mestinya beliau merasa pantas dan bangga. Tapi begitulah ikhlas + rendah hati, selalu indah.

2. Hakikat Ilmu

Menyadari tawarannya ditolak, Harun al-Rasyid mengajukan opsi lain, “kalaupun tak bersedia jadi madzhab resmi negara, minimal ajarkan kitab al-Muwatta ini di istana.”

Respon yang sama, beliau menolak. Dengan alasan:

Ilmu itu didatangi bukan mendatangi.

Imam Malik bin Anas

Semoga Allah rahmati Imam Malik bin Anas. Keputusannya sangat tepat. Dengan ini;

  • kemuliaan ilmu terjaga karena ilmu lebih mulia dari harta dan tahta jabatan,
  • akses ilmu terbuka luas, bagi siapa saja yang mau.

Mudah-mudahan prinsip di atas masih dapat dirasakan dalam dunia pendidikan kita hari ini.

3. Ikhlas yang Abadi

Seiring waktu, tersebarlah kabar betapa kagum khalifah akan kitab al-Muwatta Imam Malik ini, sampai-sampai ingin dijadikan madzhab negara, atau setidaknya disosialisasikan di istana.

Kemudian, sebagaimana kerap terjadi di zaman kita; saat sebuah produk laris, trending dan viral, niscaya booming kaidah ATM (amati, tiru, modifikasi). Bermunculanlah setelah itu banyak kitab karangan orang lain dengan judul buku al-Muwatta’ juga.

Lambat laun, kabar fenomena ini pun sampai kepada imam Darul Hijrah melalui murid-muridnya. Menyikapi hal tersebut, sang imam hanya berkata:

Apa saja yang dibuat dengan ikhlas karena Allah, dia yang akan abadi.

Imam Malik bin Anas

Zaman itu, gak ada hak paten atau lisensi kekayaan intelektual. Karena memang para ulama, tidak mau sibuk dengan hal yang demikian. Tapi yang ingin kita soroti adalah bagaimana quote beliau benar-benar terbukti hari ini.

Membaca kutipan di atas, Imam al-Suyuthi (wafat 911 H) berkomentar, “Tidak lagi dikenali hari ini, “al-Muwatta'” kecuali al-Muwatta’-nya Malik”.

Artinya, zaman Imam Suyuthi hanya mengenal satu kitab al-Muwatta’ yang tentunya karya imam Malik.

Pokoknya, kalau disebut nama “al-Muwatta'” dalam literasi, pasti maksudnya buku yang ditulis oleh sang imam madzhab Maliki. Bukan yang lain. Padahal, beliau wafat tahun 179 Hiriyah.

Itu review abad 10, Apalagi zaman sekarang.

Ucapan sang Imam terbukti benar. Silakan saja berkarya, tapi ini akan diuji Allah, mana yang paling ikhlas, maka dia yang paling abadi.

Di sini kita belajar, Allah gak bisa ditipu. Apapun ide, gagasan, karya dan kemasan yang kita buat; kalau bukan karena Allah, yakinlah semua itu tak akan bertahan lama.

Terakhir, kita tutup dengan sebuah nasehat; bahwa ilmu kita sangat kurang, gak mungkin mengalahkan sosok seperti imam Malik, tapi kita gak boleh kurang rasa ikhlas.

Ushikum wa iyyaya….

Bacaan Tema Hadits:

  1. Pengertian Sanad, Matan Hadits dan Rawi
  2. Perbedaan Hadits Nabi dan Hadits Qudsi


1 Madzhab adalah cara pandang yang menentukan sebuah hukum dalam Islam, dan madzhab Maliki adalah salah satu di antara 4 madzahib yang diakui benar secara nash dan logika syariat.

2 Usaha keras dalam menentukan pendapat, dengan cara mengumpulkan semua data, fakta dan sejarah dalam al-Quran serta al-Sunnah. Berdasarkan dalil bukan keinginan diri. Tidak sembarangan.

3 Darul Hijrah adalah julukan untuk kota Madinah, “negeri tempat hijrah”.

Mereka perlu tahu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *