Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.
Ada 2 organ tubuh yang meyebabkan mayoritas manusia terperosok ke dalam neraka, di antaranya adalah lisah. Rasulullah pernah ditanya:
مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّارَ؟ قَالَ: الْأَجْوَفَانِ: الْفَمُ، وَالْفَرْجُ
Apa faktor terbesar seseorang masuk neraka? beliau menjawab, “dua rongga; mulut dan kemaluan.” (Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Kita tahu maksiat seperti: berdusta, ghibah, menghina dan mengejek adalah perubatan dosa, dan jelas itu menyakitkan pihak lain. Tapi ternyata ada dosa lisan yang sering kita perbuat, namun tidak kita sadari. Bahkan lebih parah dari bergunjing dan sumpah palsu walau hanya 1 kata.
Untuk itu Rasulullah telah memberikan peringatan:
إن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله لا يلقي لها بالا يهوي بها في جهنم
Seorang hamba sungguh dapat mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (Bukhari dan Muslim)
1. Kau tidak pernah mencintaiku
Perkataan ini biasa muncul dari lisan wanita modern yang kesal keinginannya tidak dipernuhi atau sedang bertengkar dengan suaminya. Padahal ia tahu selama ini suaminya banting tulang mencari nafkah.
Kalau tidak cinta, dari mana datangnya anak. Dia tidak mau mengingat pernah dibelikan pakaian dan memberinya mahar.
Perkataan ini memiliki makna yang sama dengan “aku tidak pernah melihat kebaikanmu sedikit pun”, sama-sama menafikan kebaikan suami, yakni cinta.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Allah menampakkan neraka di hadapanku, ternyata mayoritas penghuninya adalah wanita yang kufur.”
Para sahabat bertanya: Apakah karena mereka kufur kepada Allah?
“Mereka kuruf terhadap suami dan kebaikannya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang wanita tersebut selama setahun, kemudia dia melihat satu saja hal yang mengecewakan darimu, niscaya dia akan berkata, ‘sekalipun aku tidak pernah melihat kamu berbuat baik padaku.'” (al-Bukhari dan Muslim)
2. Ini ayah saya
Siapa saja yang ngaku-ngaku seseorang itu adalah bapaknya (padahal dia tahu itu bukan bapaknya), maka ia telah kufur. Begitu sabda Rasul:
…لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ
(Muttafaqun alaihi)
Mengakui orang lain sebagai orang tua kandung adalah dosa besar. Tentu saja, kedudukan kufur di atas bukan kafir keluar dari Islam. Tapi, kufur sebagaimana point pertama. Kufur karena mengingkari nikmat dan hak Allah, serta keberadaan ayahnya.
Biasanya kasus seperti ini terjadi pada mahasiswa atau santri yang menuntut ilmu di luar kota. Karena bermasalah, ia diwajibkan untuk mengundang orang tuanya.
Karena takut, akhirnya pelajar ini membayar atau mencari orang tua pengganti agar tidak ketahuan orang tua aslinya. Selain berbohong, dia juga terjebak dosa menafikan bapaknya.
Sementara itu, saya tidak tahu apakah ini juga berlaku untuk wanita yang menyandingkan nama dirinya dengan nama suami.
Misalnya, wanita bernama Migrofah Hamam, kemudian karena dia memiliki suami bernama Fulan, akhirnya dia menisbatkan aku sosmed dan nama panggungnya dengan Mugrofah Hamam.
Silakan tanyakan langsung pada ulama yang kompeten. Saran saya, agar tidak dilakukan.
3. Kafir!
Islam adalah agama yang menghargai identitas. Menjuluki kafir atau fasik kepada sesama muslim hukumnya haram. Dalam hadits al-Bukhari Rasulullah bersabda:
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
Siapa yang menuduh atau menisbatkan kefasikan dan kekufuran, maka ia telah murtad jika tuduhannya tidak terbukti.
Kafir artinya nonmuslim, memanggil orang Islam dengan sebutan nonmuslim pun secara otomatis diharamkan. Begitu juga menyebut orang Islam dengan sebutan khistiani, hindu, budha dsb. juga terlarang.
Tentu saja, makna kafir dan murtad ini adalah makna sebenarnya. Tidak seperti point no. 1 dan 2. Jadi, jangna sembarangan jika ingin memvonis seseorang itu murtad, munafik ataupun kafir.
hati-hati juga, jangan sampai peringatan di atas jutru membuat Anda tidak memiliki pendirian. Jika seseorang itu terindikasi keluar dari Islam berdasarkan al-Quran, sudah barang tentu dia itu kafir. Allah berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ …
Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata “Allah ialah Al Masih putra Maryam” (Al-Maidah [5]: 72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ…
Telah kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Allah salah satu dari trinitas”, padahal Ilah (Tuhan yang boleh disembah) hanyalah satu… (Al-Maidah [5]: 73)
Dua ayat di atas menegaskan secara gamblang:
- menyetarakan Allah dengan figur lain adalah kekafiran,
- memasukkan Allah dalam struktur ketuhanan Agama lain merupakan kekafiran,
- Menuhankan Allah, tapi menyembah selain-Nya juga kekafiran.
Untuk lebih jelasnya mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh kita kafirkan, silakan baca artikel menyikapi paham golongan dalam Islam.
4. Ah…, Uh…, Aduh…
Bahasa apa sih ini? Pendek banget, masa’ bisa memasukan orang ke neraka. Eit, jangan lihat pendeknya, tapi maknanya. Kata-kata di atas adalah hasil terjemah adaptasi yang diperas dari otak para ulama. Tentu saja, dalam al-Quran tidak ada kata “ah”.
“Ah” adalah terjemahan dari ungkapan “أُفٍّ” (uffin). Allah ﷻ berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Allah telah melarang kamu menyembah selain Dirinya dan hendaklah kamu berbuat ihsan1 (baik) kepada orang tuamu. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra’ [17]: 23)
Dalam Tafsir al-Tsa’labi, Ibnu Abbas berkata, “Uffin adalan ungkapan yang menunjukkan rasa tidak suka.” Rasa itu bisa berupa bete, jengkel, kesel dan sebagainya.
Jadi, berdasarkan tafsir ini, tidak mesti kata “ah” yang digunakan. Kata “ya” pun memiliki konsekuensi hukum yang sama, kalau Anda mengucapkannya sambil cemberut. Sebagaimana yang telah saya sebutkan di atas, kata “ah” hanyalah pendekatan pada budaya Indonesia umumnya.
A. Mafhum Muwafaqah
Berdasarkan ilmu Ushul Fiqh, ayat di atas menjadi dalil haram memukul atau menyakiti orang tua. Berkata “ah” saja dilarang, apalagi memukul.
5. Bapak loe tuh …
Cepet deh taubat kalau pernah ngomong; “bokap lu … “, “mbok koe … ” Karena ketika kita berkata “bapak loe … “, sebenarnya kita berkata “bapak gue … ” Parahnya, elipsis (titik tiga) itu diisi dengan penghinaan dan itu dosa besar.
Misalnya, seorang remaja mengatakan pada temannya “bapak loe pencuri”. Hakikatnya, dia sendiri telah menghina ayahnya sebagai maling. Nabi Muhammad berkata:
“إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الذُّنُوبِ أَنْ يَسُبَّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ” قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسُبُّ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: “يسبُّ الرَّجُلَ فَيَسُبُّ أَبَاهُ، أَوْ يَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ”
“Termasuk dosa besar, menghina orang tua.”
Para sahabat heran, ya Rasulallah, bagaimana bisa seseorang menghina ayah-ibunya?
Beliau menjawab, “Sesorang mengejek orang tua selainya, maka ia telah mengejek ayah-ibunya sendiri.” (Abu Dawud, Ahmad, al-Bukhari)
6. Anak haram
Yang sering nonton sinetron, pasti pernah dengar dialog ini. Hayooo diingat pas adegan apa?
Yup. Saya yakin, asosiasi Anda langsung mengarah pada tindakan perselingkuhan atau zina. Terlepas perbuatan itu hanya tuduhan palsu atau fakta. Yang pasti, mengatakan “anak haram” pada orang lain adalah dosa besar, haram keluar dari lisan seorang muslim.
Dalam Kitab Matan Taqrib bab Nikah, dijelaskan bahwa mengucapkan, “anak haram” sama saja menuduh ibunya telah berzina. Sementara itu dalam Islam, kehormatan wanita sangat dijaga. Harga dirinya dijunjung tinggi bagaikan ratu.
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Siapa saja menuduh wanita baik berbuat zina, sementara mereka tidak menghadirkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali. Setelah itu jangan pernah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya, karena mereka itu orang yang fasik. (An-Nur [24]: 4)
A. Menjaga lisan, pola pikir islami
Tampaknya, kebanyak nonton film itu sangat tidak baik bagi ummat Islam. Pasalnya, gara-gara dialog “bayi haram” di atas, orang Islam jadi gagal paham terhadap agamanya. Jelas-jelas Nabi Muhammad bersabda dalam hadits:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ
“Setiap anak terlahir suci…“
Minimal 5 kali terdapat dalam al-Quran yang menyatakan:
… وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى …
… tidaklah seseorang berbuat nista, melainkan kehinaan itu kembali kepada dirinya sendiri; dan dosa tidak akan dipikulkan kepada orang lain … (Al-An’am [6]: 164)
Kalau benar orang tuanya berzina, anaknya tidak berdosa, dan tidak najis. Lagi pula, itu dulu… dan masa depannya masih bersih sebagaimana sucinya bayi.
Sementara orang yang meyebar aib akan memikul dosa ghibah jika perkataanya benar. Sedangkan jika penyataanya bohong, minimal ia akan menanggung dosa buhtan.
7. … Itu kan zaman Nabi
Era digital ini, banyak orang tidak dewasa dalam beragama. Mereka lari ke lubang ateisme yang bodoh atau kubangan liberalisme agama yang menjijikan.
Akhir dari cerita sedih ini adalah orang Islam ikut-ikutan mengatakan, “zaman kita kan beda dengan zaman Rasul”.
Ungkapan di atas sebenarnya hanya akibat dari 2 hal:
- Kurang beriman bahwa Islam relevan di setiap waktu.
- Kurang ilmu sehingga tidak tahu bahwa semua masalah sudah ada jawabannya dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Yang harus diwaspadai dari masalah di atas adalah kufur karena menafikan ayat dan dalil serta tidak percaya bahwa Muhammad bin Abdillah ada sosok sempurna yang dapat ditiru.
Karenanya, sebagai muslim, kita harusnya dapat membaca al-Quran dan memahaminya. Allah berfirman:
… أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا …
… telah Ku sempurnakan agamamu, dan telah Ku cukupkan nikmat-Ku untukmu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. … (Al-Maidah [5]: 3)
Islam sebagai agama telah perfek. Karena kesempurnaan itu, al-Quran sebagai pedoman tidak perlu diragukan lagi dapat menjadi solusi bagi setiap masalah manusia.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ …
Sungguh benar-benar telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kamu yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat … (Al-Ahzab [33]: 21)
Lihat frasa yang digarisbawahi. Bahkan Allah menyebut hari kiamat, masa depan yang belum pernah terjadi. Ini menunjukan bahwa al-Quran dan ajaran Rasul dapat dibawa sampai peradaban manusia berakhir.
Lantas, mengapa hari ini kita sudah tidak berani mencontoh Nabi Muhammad?
Lebih dahsyat lagi, Allah juga menjadikan Nabi Ibrahim sebagai teladan yang sangat pantas ditiru.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ …
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim … (Al-Mumtahanah [60]: 4)
Perhatikan, ayat ini diturunkan zaman Rasulullah. Masa Nabi Muhammad dan Nabi Isa 600 tahun lebih, belum lagi Nabi Musa, Sulaiman, Daud, Yusuf dan Yaqub -alaihimussalam-. Hitung sendiri.
Cetek banget jarak antara kita dan Nabi Terakhir, cuma 1400 tahun. Baru segitu, udah bilang “zaman Nabi dan kita berbeda.” Buktinya; al-Quran masih sama, shalat dan haji masih seperti dulu ketika diajarkan Nabi Muhammad.
Mungkin, yang membuat kita (umat Islam) jatuh adalah orientasi dan niat kita yang salah.
Dulu dan sekarang sama. Tuhannya cuma satu, Allah. Nabi terakhirnya satu, Muhammad. Kitab sucinya jelas, al-Quran.
Kenapa keadaannya jauh berbeda?
Sepertinya ada kontras dalam hati kita. Kontras ini tidak hanya membedakan umat Islam saat ini dan masa lalu, tapi juga sesama kita hari ini.
Apakah kontras itu?
Bisa jadi, kontras itu adalah dunia yang disembunyikan dalam hati. Dulu, para sahabat shalat dan bersedekah karena memang mengharap rahmat Allah.
Hari ini, kita shalat ingin dibukakan pintu rezeki sebesar-besarnya. Parahnya, di otak dan pikiran kita, rezeki itu adalah uang serta jabatan.
8. Kita lebih baik dari mereka
Dewasa ini adalah zaman fitnah. Banyak berita umat Islam di luar sana yang memilukan, terutama Rohingya, Syria dan Palestina. Dengan sudut pandang terbailik, media menyudutkan orang Islam seolah-olah pemberontak dan teroris.
Tanpa tabayyun, datang ke TKP, bertanya langsung kepada penduduk di sana. Ngaku-ngaku pengamat Timur Tengah, bukannya membantu, malah berkata “kita lebih baik dari mereka …”
Ya, memang kita lebih baik dari mereka, secara fisik dan kondisi. Tapi belum tentu “kita lebih baik dari mereka menurut Allah”.
Janganlah mengatakan, “Islam kita lebih baik dari mereka”, “kita lebih baik dari mereka karena di Indonesia kita mengamalkan agama Islam secara moderat.” Apalagi, ngaku di Indonesia damai karena Islam Nusantara.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
… فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
… maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci (menilai diri sendiri). Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (An-Najm [53]: 32)
Dulu, setan mengaku lebih baik dari Nabi Adam, sendiri-sendiri. Kenapa sekarang kita manusia merasa lebih baik dari golongan lain, ngajak-ngajak lagi.
9. NKRI harga mati
Akhir-akhir ini, kalau ada orang bicara khilafah dan syariah, di majelis lain akan ditanggapi oleh NKRI harga mati. Seolah khilafah adalah virus dan NKRI harga mati adalah obatnya. Seakan NKRI harga mati di ciptakan untuk membendung khilafah.
Dalam hal ini, saya tidak sedang mendukung salah satunya. Tapi saya ingin mengingatkan pada pengusung slogan “NKRI harga mati”, hati-hati mengatakannya.
Di alam barzakh –kalau masih percaya- tidak akan ditanya nationality. Jangan sampai NKRI harga mati menjadi jalan hidup; kalau gak NKRI lebih baik mati, kalau gak NKRI kamu musuh saya.
Begitu juga aktivis khilafah. Khilafah harga mati pun tidak boleh. Yang boleh adalah Islam harga mati.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, taat dan takutlah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa; dan janganlah sampai kamu mati, kecuali dalam keadaan beragama Islam. (Ali-‘Imran (3): 102)
10. Urus aja diri loe …
Termasuk perkataan yang paling dibenci Allah adalah ketika seseorang mengingatkan kamu untuk bertakwa, berbuat baik, meninggalkan maksiat, kemudian kamu membalasnya dengan mengatakan, “Urus saja dirimu sendiri”.
Rasulullah bersabda:
إِنَّ أَبْغَضَ الْكَلَامِ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ: اتَّقِ اللهَ فَيَقُولُ عَلَيْكَ بِنَفْسِكَ
(Kitab Syuabul Iman)
Sebenarnya ungkapan seperti:
- Hidup lo urusin, jangan ngurusin orang lain
- Urus hidup loe sendiri
- Urus saja hidup Anda, dsb
Adalah gambaran kepribadian yang menolak nasehat. Setidaknya, jika menerima, ia akan berkata “ya, baik”, bahkan berhenti jika ditegur dan dilarang berbuat dosa.
1Ihsan adalah berbuat baik lebih dari yang seharusnya. Misalnya, diminta untuk meletakkan segelas air di meja. Tidah hanya diletakkan di atas meja, tapi diletakkan di posisi yang aman supaya tidak mudah tersenggol sehingga jatuh serta menutup gelas tersebut agar tidak mudah kotor.
Makasih tulisanmu mengingatkan kesalahan2 saya selama ini terus berkarya muga jadi amal ibadah yang bernilai jariyah,aamiin
Assalaamu’alaykum warahmatullah
Tulisannya bagus meluruskan banyak kesalahan di masyarakat. Fair dan berdalil.
Disusun rapi.
Bahasanya bisa mengena ke kalangan pemuda tapi masih tetap menjaga isi pesan yang disampaikan.
Referensinya juga dilampirkan.
Semoga istiqamah dan websitenya bermanfaat dunia dan akhirat
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakauh.
Jazakallah khairan katsiran.