Blog Openulis

Blog artikel edukasi Islam di atas dan untuk semua golongan.

Foto dekorasi kue ulang tahun anak

Kritik Budaya Ulang Tahun Untuk Orang Islam

Mereka perlu tahu

Ulang tahun adalah perayaan memperingati putaran waktu dalam satu tahun (baca: haul) terhadap tanggal tertentu, dan biasanya terkait hari kelahiran.

Banyak dirayakan, tapi tampaknya ulang tahun di Indonesia ini hanya acara ikut-ikutan.

Pasalnya, mayoritas kita merayakan tanpa menghayati aspek-aspek yang terkandung di dalamnya; baik secara filosofis, budaya, maupun agama.

Maka, di sini kita akan sedikit nyumbang kritik aja, bagi siapa yang ingin merayakan ultah. Supaya ulang tahunnya tambah bermakna. Tentunya, kami tidak dalam posisi menghalalkan atau mengharamkan.

A. Sejarah Ulang Tahun di Indonesia

Sebenarnya, budaya ultah di Indonesia itu berasal dari mana sih?

Ulang tahun dalam bahasa Latin disebut dies natalis. Orang Inggris nyebut birthday. Diarabkan jadi yaumul milad. Maknanya setara, “hari lahir”.

Dari sini kita bisa melihat -setidaknya dalam bahasa Arab maupun Inggris- istilah ini terdiri dari dua kata yang sepadan dalam penerjemahan kata perkata (hari + lahir).

Nah, yang mengherankan; kenapa di Indonesia, istilah ini berubah menjadi “hari ulang tahun”? Padahal, penggunaan istilah “hari lahir” sendiri bukanlah masalah.

Tapi, kenapa orang Indonesia gak pake istilah “hari lahir”?

– “Sob, besok datang ya, ke acara hari lahir anak gw.”

– “Dek, ini ada undangan pesta hari lahir tetangga!”

Faktanya, istilah “hari lahir” justru terasa janggal ketika digunakan masyarakat.

Bukan tanpa alasan, kultur ini sudah lama tertanam sejak lama. Tepatnya, sejak penjajah Belanda memperbudak rakyat Nusantara. Saat itu, orang Belanda menyebut pesta hari lahir dengan verjaardag (baca: veryardagh).

Jika diurai, kata ini punya makna literal: hari ulang tahun.

Inilah sebab mengapa istilah yang kita gunakan berbeda dari saudara serumpun di Malaysia yang juga pernah dijajah, tapi oleh Inggris. Maka, di sana ulang tahun dikenal dengan istilah hari lahir, terjemahan dari birthday.

Jadi, penjajahan di sini punya pengaruh tarhadap budaya dan bahasa penduduk yang ditindas.

Contoh lainya, istilah “universitas” di Indonesia; sedangkan di Malaysia lebih disebut dengan “universiti”.

1) Kado Ulang Tahun

Biasanya di hari ulang tahun tersebut, mereka mengadakan pesta. Yang diundang akan membawa bingkisan yang akan diberikan kepada empunya pesta. Hantaran itu mereka sebut “cadeau“. Dengan lidah Melayu kita, terseraplah menjadi “kado”.

Dari studi bahasa ini, kita jadi tahu darimana budaya tersebut berasal. Dan masih banyak lagi yang serupa.

Manfaatnya, agar ada keseimbangan dalam membangun sikap toleransi di masyarakat.

Pasalnya, orang bebas menjadi wibu, fanatik budaya Barat, gemar K-POP, suka lagu India, beladiri Cina; termasuk dalam hal ini pesta ultah.

Tapi, saat segelintir wanita Indonesia ingin mengenakan hijab, selalu saja ada komentar intoleran, “itu bukan budaya kita, pergi aja ke Arab, dasar kadrun!”.

Padahal, setiap insan berhak menjalankan agamanya di tanah air Indonesia ini, sebagaimana termaktub dalam konstitusi kita.

Semoga artikel ini dapat menangkal oknum-oknum hipokrit di masyarakat.

B. Salah Kasih Kado

Omong-omong soal kado, sebenarnya masyarakat kita juga banyak yang keliru.

Wong, diundang pesta ulang tahun kawan SMA, dateng bawa kotak berhiaskan pita. Sampai di TKP, ke siapa kamu berikan kado tersebut?

Kalau kamu kasih ke temen yang sedang merayakan, kamu salah!

Yang benar, kamu kasih hadiah tersebut kepada ibu kawanmu.

Loh, kok?

Karena ibunya yang sejatinya pantas mendapat penghargaan, terima kasih dan apresiasi.

Beliaulah manusia paling berjasa atas hadirnya kawanmu di dunia ini. Peluh keringat dan darah selama proses mengandung dan bersalin. Begitu pula ibu kita.

Kita sebagai anak, gak berbuat apa-apa. Jadi, gak perlu penghargaan berlebih. Wong tinggal brojol aja kok!

Otomatis, dengan ini para ibu mestinya punya lebih banyak hari special -gak cuma hari ibu nasional-.

Setiap hari lahir anak, maka jadi hari special untuk dirinya. Jika sang ibu punya 5 anak, maka tambah 5 hari special. Jika 12, maka selusin hari special untuknya.

Tapi ingat, hari special ini tidak boleh mengurangi konsep berbakti pada orang tua yang mestinya berlangsung setiap saat.

Tidak lupa pula, hukum ini mengikat para suami tatkala istri berulang tahun, “Ayang… kita jalan yuk, belanja, beli hadiah untuk ibumu. Hari ini, ulang tahunmu. Aku ingin berterima kasih pada sosok mulia yang telah melahirkanmu dan merawat bidadariku (kamu).”

Wait, emang isti gak marah? Tiba-tiba ngajak belanja di hari ultah, tapi hadianya buat mertua!

In sya Allah, istri bakal ridha. Jika bapak menjalankan hal serupa kepada anak.

Giliran hari lahir anak, “Ananda, ayo kita beli kado untuk bunda. Di hari ini ibumu melahirkanmu. Ayah bangga dan bahagia karena ia memberikan buah hati seperti dirimu.”

Bunda tak perlu kecewa saat suami lebih perhatian pada ibunya sendiri atau mertua. Karena sejatinya, dia sedang mendidik anak-anak untuk berbakti pada Bunda.

1) Pendidikan Karakter

Ada anasir pendidikan karakter dalam pembahasan ini. Secara tidak langsung, ayah telah mengajarkan beberapa hal penting, di antaranya:

  • Birrul walidain kepada ibu, dengan menyadari perannya dan memberikan apresiasi.
  • Belajar memposisikan diri dan cara pandang.
  • Menjauhkan sifat hedonisme.
Foto dekorasi kue ulang tahun anak
Foto dekorasi & kue ulang tahun anak

C. Budaya Belaka

Soal merayakan atau tidak, sebenarnya kembali kepada masing-masing individu. Tapi di sini ada hal yang cukup mengelitik akal saya, terkait konsep pesta ulang tahun yang kerap dihelat masyarakat kita.

Melihat design, atribut, dekorasi, pernak-pernik, model kue, sampai lagu dan peletakan lilin; rasanya kita memang benar-benar menjiplak dari orang luar.

Padahal, dalam perayaan macam ini kita tidak dituntut untuk meniru segala aspek. Tapi, umat Islam malah ikut-ikutan dengan suka rela.

Gak sama, gak dosa kok. Gak bakal masuk neraka juga, jika tak merayakan.

Giliran diminta ikut Nabi, kita malah sok-sokan logis dan modern, “itukan jaman dulu… sekarang sudah tak relevan.”

Yang paling mengkhawatirkan adalah sesi tiup lilin. Tak sedikit muslim, yang ikut-ikutan aksi berdoa sebelum tiup lilin.

Seriously, jika yang melakukan itu kawan-kawan kristen, tentu dapat dimaklumi bahwa itu memang bagian dari ajaran mereka; genggam dua tangan, sambil pejamkan mata di depan lilin. Begitu pula para pemeluk agama Budha, mereka kerap berdoa di depan dupa.

Adapun Islam, tak pernah mengajarkan hal-hal semacam itu.

Mungkin, akan ada yang bertanya, “emangnya kenapa? cuma doa kok, itukan baik!”.

Bukan masalah doanya, doa itu baik. Itu bukti bahwa kita masih punya rasa berketuhanan, dan itu Pancasilais.

Tapi, berdoa itu kaitannya dengan agama. Maka, sudah semestinya mengikuti cara yang dibenarkan agama masing-masing.

Tak ada satu dalil pun yang mengatakan bahwa berdoa di hari lahir termasuk waktu mustajab. Apalagi sebelum tiup lilin.

Sekali lagi, kalau ultah itu hanya budaya, tak mengapa dirayakan. Tapi, yang jadi masalah adalah ketika sesuatu diyakini sedemikian rupa. Lalu dikhususkan waktunya, kemudian dikaitkan dengan agama Islam.

Pasalnya, makan nasi yang tiap hari dilaksanakan pun kita kerap tidak berdoa. Padahal, dalilnya jelas bahwa Rasul membaca basmalah sebelum makan. Caplok, caplok aja.

Eh, kok ini ulang tahun, tiba-tiba baca doa. Ada apa?

Kasus serupa, pada aksi lempar bunga saat resepsi pernikahan.

1) Budaya dalam Pandangan Islam

Supaya tidak disalahpahami, kita perlu tahu sebuah kaidah bahwa: hukum asal segala hal non-ibadah itu boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkan. Jangan dibalik.

Dulu, Allah utus nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– di jazirah Arab. Tak heran jika mayoritas sahabat beliau dari kalangan orang Arab. Orang Arab punya budaya; pakaian, makanan, seni dsb.

Kemudian, karena rahmat Allah, agama Islam menyebar sampai ke kawasan bangsa Melayu; Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam. Bangsa Melayu pun punya budaya tersendiri, yang tidak ditemukan di Arab.

Apakah semua budaya di Melayu lantas jadi haram?

Tidak, justru semua budaya Melayu diperbolehkan, kecuali sebagian kecil yang melanggar hukum Syariat. Jadi, yang diharamkan itu karena tidak selaras dengan hukum Islam, bukan budaya Arab.

Contoh:

  • Blangkon itu budaya Jawa, tidak haram, karena tidak bertentangan dengan nas.
  • Pantun budaya Betawi, tidak haram, selama tidak digunakan untuk menghina orang (hukum Islam).
  • Nasi Padang, halal. Selama bahannya tidak melanggar ayat.
  • Bikini itu boleh, selama dipakai dalam rumah, yang lihat hanya suami.

Intip juga: Kue Bacot, Budaya Hantaran dalam Lamaran Khas Betawi

2) Adab Berdoa

FYI, bagi yang belum tahu; Dalam Islam, berdoa ada adab dan aturannya. Di antaranya:

  1. Menghadap kiblat
  2. Suara lirih penuh khidmat
  3. Khusu’ penuh harap
  4. Merendahkan diri
  5. Memulai dengan pujian kepada Allah
  6. Bershalawat ke atas Nabi
  7. Perbanyak taubat dan bacaan istighfar
  8. Yakin bahwa Allah Maha Mengabulkan doa
  9. Kalau bisa, dalam keadaan wudhu
  10. Mengulang-ngulang doa, tidak bosan
  11. Tidak tergesa-gesa, dalam artian; tidak merasa “kok Allah belum kabulkan? kapan?”
  12. Doakan orang lain, jangan doakan keburukan
  13. Hindari makan dan kepemilikan haram
  14. Dianjurkan berdoa ketika sujud terakhir

D. Ulang Tahun Islami

Dari kalangan muslim, tak sedikit yang kian sadar bahwa acara ulang tahun hanyalah produk budaya, selama ditempatkan pada porsinya. Maka, perayaan ultah bukanlah suatu keharusan untuk dilaksanakan.

Sebagian tak lagi merayakan, dan sebagian yang masih mengadakan, tapi dikemas lebih “Islami”. Harapannya, tidak bercampur dengan ritual agama lain.

Meski gak beneran Islami, dalam artian tidak berasas dari ayat al-Quran dan al-Hadits, karena Rasul gak bikin pesta hari kelahirannya. Tapi, setidaknya gak ikut-ikutan buta; ada filtering di sana, kontrol, dan koreksi. Di antaranya:

  1. Tanpa sesi tiup lilin
  2. Kue ultah ganti tumpeng atau bancakan
  3. Berdoa tidak lagi sendiri, dengan menggenggam tangan. Kini sesuai tradisi muslim, biasanya kawan-kawan NU berjamaah dengan adanya seorang ustadz yang memimpin.
  4. Tidak bentrok dengan waktu shalat/adzan
  5. Tidak menyediakan terompet
  6. Pastinya, tidak menyajikan miras ataupun pig
  7. Menjaga pergaulan antar pria-wanita
  8. Umumnya lebih kasual, karena Islam tak mengenal outfit pesta.

1) Ucapan Ulang Tahun Islami

Ucapan ulang tahun untuk teman pun tidak ketinggalan mengalami tranformasi. Yang dulunya, “selamat ulang tahun” atau “happy birthday” kini menggunakan bahasa Arab agar terkesan Islami.

Catatan: Allah utus nabi-nya yang terakhir dari bangsa Arab, kitabnya berbahasa Arab. Tidak heran jika Arab identik dengan Islam, karena literatur Islam kebanyakan dalam bahasa Arab. Tapi Arab itu belum tentu Islam.

Di antara ucapan selamat ulang tahun islami itu ialah:

سنة الحلوة

  • Sanah hilwah: Selamat ulang tahun (terjemah komunikatif)

ملادكم السعيد

  • Miladukum s-Said: Selamat hari lahir

كل عام و أنتم بالخير

  • Kullu ‘aamin wa antum bil khair: Semoga engkau bahagia sepanjang tahun

بارك الله في عمرك

  • Barakallah fii umrik: Semoga Allah berkahi usiamu

Di antara empat ucapan di atas, yang terakhir adalah yang paling mendekati konteks keislaman. Karena di dalamnya ada doa yang dipanjatkan kepada Allah, untuk shohibul hajah.

Tidak sekadar ucapan selamat, tapi juga doa keberkahan umur.

Hal ini mirip dengan doa yang diajarkan nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, saat kita baru menjumpai kawan yang menikah:

بارك الله لكما وبارك عليكما وجمع بينكما في خير

Baarakallah lakumaa wa baaraka ‘alaikumaa wa jama’a bainakumaa fii khair.

Semoga Allah berkahi kalian berdua di saat mudah dan susah, serta menyatukan kalian dalam kebaikan.

2) Doa Ulang Tahun

Secara eksplisit, ucapan ulang tahun di atas adalah doa. Sebagaimana ucapan-ucapan selamat lainya dalam Islam. Tapi, kalau kita perhatikan, tidak ada doa panjang umur di sana.

Ini juga jadi keberatan terhadap redaksi lirik lagu ulang tahun yang jamak dinyanyikan orang Indonesia, “selamat panjang umur…”

Ada yang bertanya, “kenapa?”

Karena dalam Islam, hidup adalah ujian. Ayat al-Quran berbunyi:

 الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Allah menjadikan hidup dan mati sebagai ujian, siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya. (al-Mulk: 2)

Maka, doa panjang umur tidak rekommended, kecuali jika dibarengi doa istiqomah dalam ketaatan.

E. Tanggal Ultah Islami

Selanjutnya yang perlu dikritisi adalah tentang sistem penanggalan yang digunakan untuk ulang tahun.

Telah kita ketahui bersama, bahwa mayoritas penduduk dunia saat ini (2022) beragama Kristen (Katolik dan Protestan). Maka dapat dimaklumi jika dunia saat ini menggunakan sistem penanggalan masehi; termasuk dalam pencatatan sipil, maupun formulir pendaftaran Gmail & sosmed.

Membaca fakta di atas, rasanya memang kita sudah tidak adil. Melestarikan budaya orang, kita lupa peradaban sendiri. Muslim, tapi tak tahu tanggal lahir Hijriah sendiri.

Atau jangan-jangan kita tak tahu bahwa Islam punya sistem penanggalan sendiri?

Akibatnya, Hijriah hanya dilihat sebagai kalender ritual keagamaan.

Gak bisa pake Hijriah di KTP, Facebook, atau Windows, karena bukan domain kita sendiri itu maklum. Tapi, masa’ gak mampu menerapkan di rumah sendiri, acara sendiri!

Pada kesempatan ini, saya mengajak saudara muslim sekalian untuk mengenali tanggal lahir masing-masih sesuai kalender Hijriah. Admin, 27 Rajab. Kamu?

F. Manfaat Ultah

Setelah sekian lama hidup dan merayakan ulang tahun, sebenarnya untuk apa pesta itu diselenggarakan?

Buat apa kita susah payah mengundang orang, menguras uang, menyajikan makanan, menyisihkan waktu luang?

Betapa rugi kita, jika semua itu hanya untuk mendapat perhatian kawan dan rekan.

Gak worthed-lah, kalau cuma ingin dapat kado dan bingkisan.

Mari kita renungkan.

Saya teringat pesan kiyai ketika pondok akan menghelat “anniversary”, beliau mengegaskan, “Ini Peringatan bukan Perayaan!” Sambil mengutip surat al-Furqan, ayat 62:

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ اَوْ اَرَادَ شُكُوْرًا

Allah pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi siapa saja yang ingin mengambil pelajaran (memperingati) dan bersyukur.

Inilah intinya inti, core of the cores dari perjalanan waktu kita. Hari demi hari berlalu, maka ambillah perlajaran.

Manfaatnya, kita memperingati. Dalam artian, kita mengingatkan diri sendiri, contoh:

  • Hari ini, usia saya 40 tahun. Kebanyakan nabi, diangkat saat menginjak umur seperti saya sekarang. Artinya, kematangan. Apakah saya sudah benar-benar matang dalam bersikap & bermasyarakat? Atau saya masih egois?
  • Umur saya 30 tahun. Tahun lalu, saya bisa undang kawan angkatan 100 orang, tahun ini cuma 93. Ya Allah, setahun telah wafat 7 orang teman saya. Akankah saya masih hidup tahun depan? Ya Rabb, ampuni hamba dan mereka.
  • Bayangkan, Anda diuji Allah dengan sebuah penyakit mematikan seperti tumor ganas, kanker atau HIV/AIDS, yang melemahkan tubuh. Kemudian dokter memvonis bahwa tubuh Anda hanya akan bertahan hidup selama 6 bulan. Apakah Anda akan berpesta pora?

Hasan al-Bashri berkata,

Engkau hanyalah kumpulan hari, saat satu hari pergi, maka hilanglah sebagian dirimu.

Ulama tabiin

Usiikum wa iyyaya.

G. Kesimpulan

  1. Perayaan atau pesta ulang tahun bukan budaya asli Indonesia
  2. Ulang tahun bisa dipandang sebagai budaya semata
  3. Merayakan ultah, tidak boleh melanggar hukum negara dan agama yang diimani
  4. Hendaklah hari ulang tahun diisi dengan introspeksi diri
Mereka perlu tahu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *